BALIKPAPAN — Kasus pelecehan seksual terhadap seorang balita berusia dua tahun di Balikpapan akhirnya menemui titik terang. Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan sejak Oktober 2024, Polda Kaltim menetapkan F (29), ayah kandung korban, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Penetapan tersangka tersebut mengejutkan publik Balikpapan, terutama karena sejak awal kasus ini mencuat, ibu korban meyakini bahwa pelaku pelecehan terhadap anaknya adalah seorang pria yang akrab disapa “Pak De”.
Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, dalam konferensi pers di Mapolda Kaltim pada Selasa (11/3/2025) kemarin, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian penyelidikan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk dokter forensik, psikolog forensik, psikolog klinis, serta dukungan dari Kementerian PPPA.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dua bekas luka pada kelamin korban, yakni luka kering dan luka yang masih mengalami peradangan. Diduga korban telah mengalami kekerasan seksual setidaknya dua kali,” ungkap Yuliyanto.
Kepolisian juga menyita sejumlah barang bukti berupa alat komunikasi milik orang tua korban dan beberapa pihak terduga lainnya untuk keperluan analisis. Barang bukti yang disita antara lain ponsel POCO X5 warna hijau tosca, Samsung Galaxy A05s warna ungu, POCO X5 warna hijau, Realme warna hitam, serta pakaian jumpsuit anak berwarna krem dengan lengan merah.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, F masih terus menyangkal perbuatannya. Pihak kepolisian kini mendalami motif dan pemicu dari tindakan bejat tersebut.
Yuliyanto menjelaskan bahwa faktor pemicu kekerasan seksual bisa berasal dari berbagai hal, termasuk akses terhadap konten video pornografi yang dapat memicu hasrat menyimpang.
“Ada kemungkinan riwayat penelusuran pada alat komunikasi tersangka menunjukkan adanya akses terhadap konten pornografi, tambah Yuliyanto.
Atas perbuatannya, F dijerat dengan Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, junto Pasal 81 dan/atau 82 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016, serta Pasal 6 Huruf C Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tersangka terancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.
Pihak kepolisian juga sempat berencana mengamankan korban ke tempat perlindungan (safe house) setelah melihat unggahan ibu korban di media sosial yang mengisyaratkan keinginan bunuh diri. Namun, rencana tersebut ditunda setelah pihak keluarga memastikan bahwa kondisi korban dan saudaranya aman dalam pengawasan keluarga.
“Kami tetap melakukan pengawasan ketat agar situasi tetap aman dan terkendali,” pungkas Yuliyanto.
Baca juga :