SAMARINDA – Proyek strategis Bendungan Marangkayu di Desa Sebuntal, Kutai Kartanegara, masih menghadapi persoalan pelik terkait pembebasan lahan. Sejumlah warga yang tanahnya telah berubah fungsi menjadi bagian dari bangunan pengendali air kini menanti kejelasan nasib mereka.
Di tengah tarik ulur ini, Pemprov Kaltim telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan masalah tersebut, sementara DPRD Kaltim menyatakan komitmennya untuk mengawal proses hingga kepastian benar-benar terwujud.
“Sejak 2014 bahkan sudah sering disampaikan ke DPRD, tapi belum ada hasil,” ungkap Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, beberapa waktu lalu.
Beragam upaya sudah ditempuh untuk mencari jalan tengah permasalahan ini. Namun, di hadapan birokrasi, konsinyasi atau penitipan uang ganti rugi ke meja hijau selalu menjadi muara yang ditemui.
Persoalan lahan ini, menurut Bahar, jauh lebih kompleks dari sekadar masalah angka ganti rugi. Kasus ini mencuat saat dirinya masih menjabat Kepala Desa Sebuntal pada 2007 silam. Warga yang menggarap tanah sejak tahun 1970-an harus bersengketa mempertahankan lahan setelah tiba-tiba muncul HGU di atas tanah tersebut. PTPN XIII, perusahaan negara di bawah Kementerian BUMN, menjadi pemilik HGU tersebut.
“Tak pernah ada tapal batas, tidak ada aktivitas. Ketika pembebasan lahan, PTPN muncul dengan HGU,” kata Bahar. Total, sudah 65 persidangan digelar untuk mencari kepastian apakah warga berhak mendapat ganti rugi atau tidak.
“Kalau memang HGU, kenapa tidak digarap sejak dulu? Baru muncul klaim HGU ketika rakyat menuntut haknya,” lanjutnya.
Penetapan lokasi (penlok) bendungan juga disorot oleh Politikus PAN ini. Meski penlok sudah ditetapkan, ada lahan warga yang tak masuk dalam penlok namun terdampak pembangunan bendungan itu. “Lahan yang tak masuk penlok tapi terdampak ini juga perlu dipikirkan,” tukasnya.
Bahar pun berharap masalah ini sampai ke pusat, terutama Menteri BUMN, Erick Thohir. “Saya yakin hal ini tak utuh disampaikan ke pusat. Kalau saya diundang ke Jakarta, saya siap jabarkan. Ini bukan sekadar soal tanah. Ada hak warga yang diabaikan,” tutupnya.
Baca juga :