• Cerita
  • Bung Hatta, Teladan Sang Pemikir, Pejuang, dan Demokrat
Cerita

Bung Hatta, Teladan Sang Pemikir, Pejuang, dan Demokrat

Bung Hatta merupakan tokoh pemikir bangsa, pejuang, dan demokrat. Ide dan pikirannya memberi banyak pijakan dalam bernegara.

bung hatta atau mohammad hatta
Bung Hatta. (Foto: Wikipedia)

Mohammad Hatta yang dikenal luas sebagai Bung Hatta mundur dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia pada 1 Desember 1956. Bung Hatta merasa kebijakan ekonomi-politik pemerintah saat itu telah melenceng.

Batasan konstitusi membuat Bung Hatta tidak dapat menyelesaikan berbagai masalah internal, seperti ketegangan politik, korupsi, dan krisis ekonomi. Setelah mundur, Bung Hatta tetap berperan sebagai intelektual dan kerap mengkritik kebijakan pemerintah. Langkah Bung Hatta ini menjadi simbol keberaniannya untuk mempertahankan prinsip dan integritas, meskipun harus melepas posisi sebagai pejabat tinggi.

Dengan latar belakang itu, alumni angkatan pertama Sekolah Pemikiran Bung Hatta (SPBH) menggulirkan kampanye pendidikan publik bertajuk “Bung Hatta dan Etika Kepemimpinan: Teladan Antikorupsi dan Penegakan HAM”.

Hal tersebut sebagai lanjutan kampanye pada Hari Pahlawan 10 November 2024. Kampanye pemikiran dan teladan perilaku Bung Hatta ini berlanjut hingga Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) pada 9 Desember dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2024.

Melalui momentum peringatan Hakordia dan HAM Sedunia itu, Forum Alumni SPBH berkolaborasi dengan Yayasan Hatta dan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial  (LP3ES). Mereka menyelenggarakan kegiatan bedah film dan diskusi mengenai pemikiran dan kiprah Bung Hatta secara hybrid di Ruang Serbaguna Lantai 4 Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat.

Kontribusi untuk Indonesia

Malik Ruslan dari LP3ES dan Meutia Hatta dari Yayasan Hatta menyampaikan pengantar diskusi. Adapun panelis diskusi antara lain Ketua Yayasan Hatta Halida Hatta, Wakil Ketua KPK 2007-2011 Chandra M. Hamzah, dan Dosen FH Universitas Brawijaya/pegiat HAM Al-Araf. Moderator diskusi adalah Koordinator Alumni Sekolah Pemikiran Bung Hatta SPBH Shanti Ruwyastuti.

Alumni angkatan pertama SPBH berjumlah 166 orang dengan berbagai latar belakang, seperti akademisi, politisi, jurnalis, pegiat LSM, ASN, mahasiswa, dan wirausahawan lintas generasi. Lulusan SPBH tergerak untuk berkontribusi nyata di tengah kondisi Indonesia yang saat ini minim etika kepemimpinan dan sosok teladan.

Koordinator Alumni SPBH angkatan pertama Shanti Ruwyastuti menerjemahkan etika kepemimpinan dan sosok keteladanan Bung Hatta ke dalam rangkaian kegiatan kampanye pendidikan publik.

“Melalui medium film, kita menyaksikan bagaimana Bung Hatta menerapkan etika kepemimpinan dan memberikan teladan antikorupsi serta penegakan HAM,” kata Shanti, menjelaskan kegiatan bedah film yang diselenggarakan dalam keterangan tertulis, Senin (16/12/2024).

Pemikiran tentang korupsi

Kunjungan kerja Wakil Presiden Moh.Hatta ke Yogyakarta tahun 1950. Tampak dalam gambar,paling kiri, Mayor Pranoto Reksosamodra sebagai Komandan Militer Kota Besar Yogyakarta. (Dokumen Keluarga Pranoto Reksosamodra)

Penulis buku Politik Antikorupsi di Indonesia, Malik Ruslan, menukil pernyataan Bung Hatta mengenai korupsi. “Kurang kecakapan bisa dicukupkan dengan pengalaman, kurang kesanggupan bisa dipenuhi dengan latihan, tetapi kekurangjujuran susah memperbaikinya,” kata Ruslan Salah mengutip pernyataan Bung Hatta yang terkenal pada 1948 tentang anti-korupsi.

Dalam penegakan HAM, Bung Hatta menuangkan pemikirannya ke dalam UUD 1945 Pasal 28. Pasal tersebut mengatur kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat sebagai hak asasi yang melekat di setiap warga negara.

Malik juga menyitir kutipan Bung Hatta lainnya di tahun 1950 yang masih relevan hingga hari ini: “Kita tidak mau selamanya menjadi rakyat yang melarat, kita mau satu Indonesia yang adil dan makmur. Dan bukan negara yang makmur dengan dua tiga orangnya makmur. Negara baru makmur, jikalau seluruh rakyat dapat mengecap kemakmuran itu.”

Ketua Yayasan Hatta Halida Nuriah Hatta menyatakan Bung Hatta memperjuangkan HAM dan keadilan mengenai hak warga negara dalam UUD 1945. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 Ayat (2) di mana tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Selanjutnya Pasal 29 Ayat (2) mengenai kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya; Pasal 30 Ayat (1) yang mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara; dan Pasal 33 ayat (1,2 dan 3) di mana perekonomian negara disusun sebagai usaha bersama berlandaskan asas kekeluargaan dan menekankan peran besar negara yang menguasai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

“Bung Hatta sendiri adalah sosok yang berhati-hati dalam menggunakan uang rakyat,” ujarnya.

Melakukan apa yang dipikirkan

Halida melanjutkan Bung Hatta adalah sosok yang walk the talk. Sebelum mengajak orang lain, kata dia, Bung Hatta sudah menjalankannya. Ia mengaku sedih ketika ada orang yang bilang pemikiran dan tindakan Bung Hatta terlalu utopis dan sulit diamalkan.

“Namun, kita perlu menjaga martabat, berdikari mengandalkan kemampuan sendiri, menempa diri dengan disiplin, dan tidak hanya memikirkan diri sendiri,” kata Halida.

Selanjutnya, alumnus SPBH dan Wakil Ketua KPK 2007-2011 Chandra Hamzah mengatakan Bung Hatta dikenal sebagai sosok yang irit bicara kecuali hal yang sangat penting. Namun, Bung Hatta juga tidak ewuh pakewuh untuk angkat bicara apabila ada yang beliau tidak setuju.

Sejarah mencatat, lanjut dia, setelah mengundurkan diri dari posisi Wakil Presiden dan menjadi warga negara biasa, Bung Hatta pernah mengkritik kebijakan Presiden RI Bung Karno melalui tulisan “Demokrasi Kita” di Majalah Pandji Masyarakat, yang menyebabkan media tersebut dibreidel.

Karena khawatir media yang memuat tulisannya akan dibreidel lagi, Bung Hatta tetap melanjutkan kritik atas kebijakan-kebijakan Bung Karno. Namun, ia melakukannya melalui surat-surat pribadinya. Bung Hatta berpendapat bahwa demokrasi yang baik adalah demokrasi yang menjunjung tinggi HAM, mempraktikkan keadilan, dan kesetaraan tanpa diskriminasi.

“Selama ini Bung Hatta lebih dikenal sebagai Proklamator dan Bapak Koperasi. Namun sebenarnya Bung Hatta juga adalah Bapak Demokrasi,” ujar Chandra.

Voice the voiceless

Dosen Hukum Universitas Brawijaya dan Praktisi HAM Al-Araf. Menurut Al-Araf menyambut pernyataan tersebut. Menurutnya, Bung Hatta kerap menyuarakan orang yang jarang disurakan atau the voice of the voiceless.

Bung Hatta pun menurut Al-Araf adalah sosok yang mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya. Bahkan, kata dia, ketika banyak orang berlomba untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Bung Hatta tidak demikian. Ia berwasiat untuk dikubur di pemakaman umum supaya dekat dengan rakyat.

“Bung Hatta figur yang langka dan luar biasa,” imbuh Al-Araf.

***

Baca juga:

Picture of Propublika.id
Propublika.id
Portal berita dan cerita rintisan yang didirikan di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur pada 2022. Sesuai namanya, kami berupaya menyajikan informasi relevan bagi publik. Selengkapnya lihat laman Tentang Kami.
Bagikan
Berikan Komentar