Kota Balikpapan bisa dibilang sebagai salah satu melting pot di Provinsi Kalimantan Timur. Setidaknya sejak era kolonial berbagai suku dan ras telah berinteraksi di kota ini. Hal tersebut memicu tumbuhnya bahasa khas yang hingga saat ini digunakan sebagai bahasa gaul Balikpapan.
Untuk diketahui, pengeboran minyak pertama kali dilakukan di Balikpapan pada 1897 saat pemerintah kolonial Belanda berkuasa. Banyak pekerja dari luar Balikpapan didatangkan untuk eksplorasi dan ekspolitasi minyak, seperti dari Jawa dan Sulawesi.
Seiring dengan hal tersebut, pendatang merapat ke Balikpapan, misalnya suku bugis, suku banjar, atau bajo. Mereka merantau untuk berdagang, memenuhi kebutuhan pekerja di industri minyak.
Interaksi berbagai etnis akhirnya terjadi secara organik di Balikpapan. Itu pun memicu percampuran bahasa, terutama bahasa yang digunakan di pasar, pergaulan, dan keseharian.
Bagi kamu yang baru tinggal atau bekerja di daerah berjuluk “Kota Minyak” ini, berikut beberapa bahasa gaul Balikpapan yang bisa kamu pelajari dan pahami.
1. Bubuhan
Bubuhan atau buhan merupakan bahasa Banjar yang jamak digunakan di Kalimantan Selatan. Kata ini bermakna kelompok atau kerabat. Seiring waktu, saat ini istilah bubuhan juga digunakan untuk merujuk teman, kawan, atau kelompok di Balikpapan.
Misalnya, “Bubuhanmu kemarin datang ke sini. Kamu ndak ikut.” Ungkapan tersebut berarti, “Temanmu kemarin datang ke sini. Kamu tidak ikut.”
2. Kompek atau kompe’
Kompek atau kompe’ adalah kata untuk merujuk kantong plastik atau kantong kresek. Kata ini biasa ditemui di pasar atau toko kelontong.
Seorang pedagang atau pelayan toko biasa bertanya, “Mau pakai kompek kah?” Hal tersebut menanyakan si pembeli apakah perlu kantong plastik atau tidak untuk membawa bahan belanjaan.
3. Tekeliway, tekeliwai dan paret
“Sebuah mobil tekeliway masuk ke paret saat hujan mengguyur pagi tadi.”
Tekeliway atau tekeliwai pada kalimat di atas bermakna ‘tergelincir’. Adapun paret merupakan istilah bahasa sehari-hari di Balikpapan untuk merujuk ‘got’ atau ‘parit’.
4. Sepai, sepay, nyepai
Beberapa akun media sosial di Balikpapan kerap mengunggah video pencurian yang terekam CCTV. Biasanya diikuti dengan deskripsi “Seorang pria tertangkap kamera CCTV nyepai HP di konter.”
Kata sepai, sepay, atau nyepai bermakna mencuri. Dalam lingkaran pergaulan yang lebih akrab, sepai juga bisa bermakna mengambil diam-diam barang teman. Misal, “Kamu sepai korekku, kan?”
5. Kuluk-kuluk
Sebagai kota yang dekat dengan garis khatulistiwa, cuaca di Balikpapan bisa dibilang cukup panas. Saat panas menyengat, suhunya bisa mencapai 33 derajat celcius.
Di momen seperti itu, biasanya ada saja yang bergurau dengan menyebutkan “Kuluk-kuluuuk.” Istilah kuluk-kuluk adalah ungkapan yang dipercaya bisa memanggil hujan.
Istilah pemanggil hujan ini diperkirakan datang dari masyarakat Jawa yang tinggal di Balikpapan. Sejumlah masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur kerap menggunakan kuluk-kuluk untuk memanggil hujan.
6. Bote dan waluh
Bote adalah istilah yang berarti ‘bohong’. “Bote-bote aja kamu!” Kalimat itu bermakna, “Bohong ah, kamu!”
Kata bote juga kerap beririsan dengan waluh, tapi berbeda arti. Waluh bisa dimaknai sebagai ‘perilaku yang dibuat-buat’ atau pura-pura.
“Waluh aja dia itu. Ndak sakit dia,” yang berarti “Dibuat-buat saja itu. Dia tidak sakit.”
7. Ces, Po’, dan Wal
Jika di Jakarta ada panggilan akrab bro, fren, bray, sist, men, atau bre, Kota Balikpapan punya istilah khasnya sendiri.
Pertama, ada ces. Istilah ini diperkirakan berasal dari kata CS (ce-es) atau cinta sejati. Kata ces tidak merujuk kelamin tertentu. Ia bisa jadi sapaan untuk perempuan dan lelaki.
“Halo, ces! Apa kabar?” yang bermakna “Halo, sobat! Apa kabar?”.
Kata ces juga kerap digantikan dengan po’. Maknanya sama saja. Kata itu merupakan sapaan akrab untuk merujuk sobat, teman, atau kawan.
Selanjutnya ada wal. Kata sapaan ini diperkirakan diserap dari bahasa banjar kawal yang berarti teman.
8. Angsul
Jika kamu pergi ke warung atau pasar, kamu bisa mendengar kalimat berikut: “Ini angsul-nya.”.
Angsul artinya uang kembalian. Kata ini diperkirakan diserap dari bahasa Jawa. Sejumlah orang keturunan Jawa memang membuka berbagai usaha di Balikpapan, seperti penyetan, bakso Malang, atau soto Semarang.
9. Lanji dan Mucil
Lanji merupakan kata yang berarti genit. Kata ini bisa ditujukan untuk jenis kelamin apa saja. Bisa laki-laki atau perempuan.
Kata lanji merupakan tingkah laku genit atau ganjen. Dalam berbagai hal, kata ini juga bisa bermakna penampilan yang berlebih sehingga menimbulkan kesan genit.
Adapun mucil adalah istilah untuk merujuk sifat atau perilaku nakal seseorang. Sekadar contoh, penggunaan dalam kalimat bisa seperti ini: “Kamu mucil sih waktu sekolah, makanya tidak naik kelas!”
Mucil dalam kalimat itu artinya nakal.
10. Munyak
“Munyak-nya aku sama Joko. Aku lagi berak dikunciin di kamar mandi!” Kata munyak pada kalimat itu bermakna kesal, sebal, atau mendongkol.
11. Sanggar dan Ote-ote
Kata-kata khas di Balikpapan pun ada di sejumlah makanan. Pisang goreng, misalnya, disebut sanggar.
Adapun bakwan atau bala-bala, gorengan dari tepung dan campuran wortel hingga kol, disebut ote-ote.
Istilah ote-ote diperkirakan berasal dari masyarakat Jawa, terutama Surabaya. Sejumlah kalangan di Surabaya menyebut bakwan (biasanya yang berbentuk lingkaran) dengan ote-ote pula.
12. Tewa
Istilah tewa di Balikpapan bisa merujuk permainan petak umpat atau hide and seek. Jika pemain ketahuan tempat mengumpatnya, hal itu yang disebut tewa. Beberapa orang menggunakan kata tewa untuk merujuk ketahuan.
13. Lele, Pale, dan Salome
Pengaruh bahasa Jawa pun ada dalam kata sapaan seorang pedagang. Jika di bahasa Jawa ada istilah paklek atau lek untuk merujuk paman, hal itu berubah wujud menjadi lele atau pale.
Lele atau pale merupakan kata sapaan untuk penjual atau pedagang lelaki. Misalnya, “lele salome.” Itu bisa merujuk seorang pedagang pria yang menjual salome.
Untuk diketahui, salome adalah camilan khas Balikpapan mirip bakso yang biasanya dijual berkeliling menggunakan gerobak, sepeda, atau motor. Salome terbuat dari adonan aci, daging atau ikan, dan tepung.
Biasanya salome disajikan dengan bumbu kacang, sambal cair, saus, atau kecap. Penyajiannya di dalam plastik kiloan bening.
Istilah salome konon merupakan akronim dari ‘satu lobang rame-rame’. Sebab, biasanya satu lubang plastik salome dikonsumsi oleh beberapa orang. Setiap orang yang mengonsumsi cukup menusuk sebuah (bakso) salome dan kemudian memakannya. Alat tusuknya berupa bambu yang sudah dikikis, mirip seperti tusuk sate.
14. Skalput
Skalput adalah akronim dari ‘sekali putaran’. Aktivitas skalput biasanya berupa berjalan-jalan keliling kota menggunakan motor, sepeda, atau jalan kaki.
15. Tabe
Kota Balikpapan juga menjadi tempat tinggal masyarakat dari Sulawesi, seperti Mandar, Makassar, dan Bugis. Oleh sebab itu, ada kata dari bahasa di Sulawesi yang kerap digunakan warga Balikpapan.
Salah satunya tabe. Kata ini bermakna ‘permisi’ atau ‘mohon maaf’. Misalnya, saat kita berada di sebuah meja makan bersama keluarga, kita ingin mengambil makanan yang berada di depan tempat ayah duduk.
Untuk mengambilnya, biasanya diucapkan, “Tabe, Ayah, mau ambil ikan goreng.”
16. Benggolan dan Bombon
Untuk uang koin atau uang receh, masyarakat di Balikpapan kerap menyebutnya sebagai benggolan. Nah, benggolan itu bisa digunakan membeli bombon. Kata bombon mengandung arti permen.
17. Patah pensil
Frasa ini sebagai istilah untuk orang-orang yang putus sekolah atau orang yang tidak sekolah. Patah pensil pun bisa dimaknai sebagai orang yang tidak berpikir panjang atau sulit diajak berdialog.
Contoh dalam kalimat bisa seperti ini: “Malas aku berhubungan sama orang patah pensil kayak dia.” Itu bisa bermakna “Saya malas berhubungan dengan orang yang tak berpendidikan seperti dia.”
Frasa ‘patah pensil’ juga beredar di Makassar, Sulawesi Selatan. Artinya lebih kurang sama dengan yang dirujuk orang Balikpapan.