Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dalam siaran persnya menyatakan bahwa dugaan intimidasi terhadap Band Sukatani merupakan repetisi represi Orde Baru dan pelanggaran kebebasan berekspresi melalui karya seni. PBHI menyoroti tindakan polisi yang diduga mengintimidasi dan memaksa band tersebut untuk meminta maaf atas lagu mereka.
Menurut Ketua PBHI Julius Ibrani, tindakan tersebut diduga melanggar Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 23 ayat (2) UU HAM hingga DUHAM, dan Pasal 19 International Civil and Political Rights yang menjamin kebebasan berekspresi.
“Oleh karenanya, intimidasi dan tindakan represif yang dilakukan anggota Polri terhadap Band Sukatani jelas melanggar jaminan hak kebebasan ekspresi seni,” ucap Ijul, sapaan Julius Ibrani, dalam keterangan persnya, Jumat, 21 Februari 2025.
Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan Pelanggaran Profesionalisme Polri
Tak hanya membuat video permintaan maaf dan menarik lagu, vokalis Band Sukatani, Novi Citra Indriyati, juga kehilangan pekerjaan. Sejumlah warganet mengaitkan hal tersebut ada campur tangan kepolisian.
Jika hal tersebut terjadi, Ijul menilai ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran profesionalitas oleh anggota Polri. Menurutnya, tindakan represif anggota Polri yang multidimensional adalah pelanggaran terhadap etik dan profesionalisme Polri.
“Artinya, dimensi represi anggota Polri terhadap Band Sukatani tidak berdiri di satu titik saja,” kata dia.
Mengenai hal ini, Kepala SD Islam Terpadu Mutiara Hati, Purwareja Klampok, Banjarnegara—tempat Novi mengajar—mengklarifikasi. Eti Endarwati, Kepala SDIT Mutiara Hati, mengatakan Novi bekerja di sana sejak 2020.
Ia menyebut Novi diberhentikan sebagai guru sejak 6 Februari 2025 dan juga mengatakan bahwa tak pernah ada pihak yang memaksa atas keputusan tersebut.
”Kode etik yang dilanggar adalah melanggar syariat Islam. Syariat Islam yang dilanggar adalah terbuka auratnya,” kata Eti seperti dikutip Kompas.id.
Pemanggilan dan klarifikasi dipertanyakan
Polda Jateng menyebut personel band Sukatani dihubungi oleh personel Direktorat Reserse Siber Polda Jateng untuk bertemu dan klarifikasi soal lagu ‘Bayar Bayar Bayar‘. Setelah terjadi pertemuan, Polda Jateng menyebut tak ada paksaan apa pun dalam pertemuan itu.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti tindakan memanggil orang tanpa dasar yang dilakukan polisi dengan dalih klarifikasi. Menurut Plt. Direktur Eksekutif ICJR, Maidina Rahmawati, selain untuk kepentingan penegakan hukum, kepolisian tidak memiliki kewenangan untuk memanggil dan meminta klarifikasi.
“Hal ini jelas sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), siapa dan bagaimana polisi dapat memanggil dan meminta keterangan dari seseorang,” kata Maidina melalui keterangan resminya, Sabtu, 22 Februari 2025.
Pemeriksaan oleh Divisi Propam Polri
Polda Jateng menyebut ada enam anggota Direktorat Reserse Siber Polda Jateng yang diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri sampai Minggu, 23 Februari 2025. Keenamnya merupakan yang bertemu duo Sukatani dan berkaitan dengan video klarifikasi band tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Artanto mengatakan Divpropam Polri memastikan setiap laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran etik atau penyalahgunaan wewenang anggota kepolisian ditindaklanjuti secara profesional dan transparan.
“Oleh karena itu, pernyataan yang menyebut seluruh tindakan personel dalam kasus ini telah sesuai prosedur dan profesional masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan yang tengah berjalan,” kata Artanto, dikutip dari Tempo.co.