• Esai
  • Fungsi Ganda Bendera One Piece dalam Protes di Indonesia
Esai

Fungsi Ganda Bendera One Piece dalam Protes di Indonesia

Bendera One Piece dalam protes di Indonesia bisa dimaknai punya fungsi ganda. Simak ulasannya melalui esai berikut.

One Piece, bendera mugiwara
Fungsi Ganda Bendera One Piece dalam Protes di Indonesia. (Ilustrasi: ProPublika.id)

Bendera One Piece hadir dalam momen protes di Indonesia sebenarnya tidak hanya terjadi pada Agustus 2025. Jejak-jejak kehadirannya telah menyertai poster tuntutan pada demonstrasi revisi Undang-Undang Pilkada pada 2024 lalu.

Peringatan Proklamasi di bulan Agustus 2025 yang selalu diisi dengan pengibaran bendera Merah Putih ini memantik kesadaran anak muda untuk menjelmakan bendera One Piece sebagai alat komunikasi politik yang canggih.

Sebagai alat komunikasi politik, bendera One Piece ini memiliki fungsi ganda. Pertama, sebagai jembatan lokal untuk menjangkau khalayak luas dalam negeri.

Fungsi kedua adalah menjadi katalisator kosmopolitan untuk mengamplifikasikan pesan ke panggung global. Kedua fungsi ini bersumber pada kekuatan narasi One Piece yang telah merasuk ke dalam imajinasi kolektif.

Menjembatani imajinasi politik melalui cerita yang akrab

One Piece adalah fenomena budaya populer yang telah ditonton, dicintai oleh jutaan warga Indonesia lintas generasi (paling tidak generasi milenial dan Z), dan beragam latar belakang sosial. Kisah Monkey D. Luffy dan krunya yang berjuang melawan tirani, mengejar kebebasan, dan membela yang tertindas telah membekas.

Ketika bendera Bajak Laut Topi Jerami dikibarkan dalam protes, ia seketika mengaktifkan bank memori kolektif ini. Simbol ini hidup di dunia imajiner tempat Luffy berlayar dan dunia nyata jalanan Indonesia—tempat warga memperjuangkan hak-haknya.

Protes yang kompleks, dengan tuntutan politik atau sosial yang spesifik dan mungkin abstrak bagi sebagian orang, tiba-tiba menjadi lebih mudah dibayangkan dan dirasakan. Penguasa yang otoriter bisa diasosiasikan dengan “Pemerintah Dunia” atau para tiran dalam cerita One Piece. Perjuangan melawan ketidakadilan atau korupsi dibayangkan sebagai perjuangan kru Topi Jerami melawan musuh-musuh mereka.

Bendera One Piece tersebut menjadi sebuah kode visual yang langsung dipahami oleh mereka yang mengenal serialnya dan mentransformasikan isu politik yang rumit menjadi narasi heroik yang sudah dikenal, membuat tujuan gerakan sosial lebih mudah dicerna dan daya tariknya menjangkau kelompok masyarakat yang lebih luas, terutama generasi muda yang akrab dengan One Piece.

Pengetahuan dan pengalaman menonton bersama menjadi fondasi pemahaman bersama tentang semangat perlawanan yang ingin disampaikan. One Piece atau elemen lain dalam budaya populer yang digunakan dalam gerakan sosial menunjukkan bahwa audiens tidak benar-benar pasif dalam mengonsumsi hiburan. Audiens pun mengonstruksi makna dari apa yang mereka konsumsi.

Mengarungi gelombang fandom anime global

Fungsi kedua adalah fungsi kosmopolitan: membuat jaringan global yang telah terbentuk oleh popularitas One Piece sebagai saluran bagi amplifikasi protes yang digaungkan. Dunia penggemar anime, khususnya One Piece, adalah komunitas yang sangat terhubung secara internasional melalui platform digital.

Ketika foto atau video protes di Indonesia yang menampilkan bendera One Piece beredar, ia tidak hanya menjadi berita lokal, tetapi juga menarik perhatian fandom global. Website-forum penggemar anime internasional, akun-akun fanbase besar di X, Facebook, Instagram, atau TikTok, serta situs berita pop culture global, menjadi saluran amplifikasi yang sangat efektif.

Gambar protes dengan bendera ikonik itu menjadi viral tidak hanya karena aspek politiknya, tetapi karena kejutan dan keunikan lintas budayanya. Akibatnya, protes lokal yang mungkin hanya mendapat sorotan terbatas dari media arus utama internasional, tiba-tiba mendapatkan jangkauan global yang masif.

Melalui lensa simbol One Piece, isu-isu spesifik di Indonesia diperkenalkan dan memantik obrolan dalam ruang diskusi global yang lebih luas. Simbol yang akrab bagi komunitas global ini menjadi pintu masuk untuk memahami konteks lokal Indonesia.

Fungsi kosmopolitan bendera ini mentransmisikan pesan protes melewati batas geografis dan linguistik, menarik solidaritas atau setidaknya perhatian komunitas internasional yang terikat oleh kecintaan pada cerita yang sama.

Senjata orang lemah di era digital

Bendera One Piece dalam protes Indonesia adalah manifestasi mutakhir dari prinsip perlawanan ala James C. Scott. Simbol ini beroperasi sebagai “senjata orang lemah” terselubung. Sebab, kehadirannya sebagai ikon budaya populer yang tampak “tidak berbahaya” memungkinkan ekspresi perlawanan sambil meminimalkan risiko represi. Itu menyamarkan kritik politik tajam di balik narasi fiksi yang akrab.

Secara simultan, ia berfungsi sebagai “naskah tersembunyi” yang terdekode secara kolektif. Sebuah kode yang hanya terbaca penuh oleh mereka yang memahami alegori One Piece.

Dalam kerangka ini, jaringan kosmopolitan fandom anime mengubahnya menjadi infrapolitik yang mengglobal. Mereka mentransformasikan perlawanan lokal tersamar menjadi isu publik dunia, memanfaatkan budaya populer sebagai jembatan solidaritas dan amplifikasi transnasional.

Dengan demikian, kibaran bendera bajak laut fiksi itu melampaui sekadar referensi pop. Fenomena ini menegaskan ketangguhan politik subaltern dalam menempa alat perlawanan baru dari bahan budaya yang tersedia, persis seperti diamati Scott, kini di medan yang sama sekali baru, yaitu medan imajinasi kolektif global.

 


 

Baca tulisan Ubaidillah lainnya.
Picture of Ubaidillah
Ubaidillah
Koordinator Tim Riset Keterlibatan Politik Digital Generasi Z, Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN. Tengah menekuni kajian bahasa dan politik digital.
Bagikan
Berikan Komentar