JAKARTA – Kebakaran hutan dan lahan serta bencana hidrometeorologi terjadi di sejumlah wilayah Indonesia pada 10-11 Mei 2025. Kewaspadaan perlu ditingkatkan karena cuaca ekstrem berpotensi terjadi sampai 14 Mei 2025.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, kebakaran hutan dan lahan menghanguskan sembilan hektar wilayah di Desa Pamutara, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, pada 11 Mei 2025.
“BPBD setempat berhasil memadamkan api melalui operasi pemadaman darat setelah respons cepat tim gabungan,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Abdul Muhari dalam keterangan tertulis, Senin (12/5/2025).
Bencana hidrometeorologi turut terjadi di sejumlah wilayah Indonesia sepanjang 10-11 Mei 2025. Di Kabupaten Bogor, angin kencang merusak 11 unit rumah, dengan tiga di antaranya rusak berat.
Hal itu membuat sejumlah pohon tumbang dan merusak bangunan di sekitarnya. BPBD Bogor menangani pohon tumbang dan memperbaiki bangunan terdampak.
Jakarta Barat juga dilanda angin kencang pada Minggu (11/5), mengakibatkan lima rumah rusak berat dan 15 rusak ringan. Dua warga mengalami luka ringan, sementara BPBD DKI terus memantau kondisi pascabencana.
Di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, angin puting beliung merusak sembilan rumah dan satu fasilitas pendidikan. Hujan lebat di wilayah yang sama memicu banjir yang merendam 80 rumah di tiga kecamatan.
Banjir juga melanda Kota Salatiga, Jawa Tengah, akibat luapan drainase setelah hujan intensitas tinggi. Sebanyak 67 rumah dan satu pasar terdampak, dengan BPBD setempat melakukan penyedotan air dan distribusi bantuan logistik.
“BNPB mengingatkan potensi cuaca ekstrem hingga 14 Mei 2025. Hujan sedang-lebat disertai angin kencang berisiko terjadi di 34 provinsi, termasuk Aceh hingga Papua,” ujar Abdul Muhari.
Masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan dengan membersihkan saluran drainase, memelihara daerah aliran sungai, dan menyiapkan tas siaga bencana. Pembuatan tanggul darurat dan rencana kedaruratan tingkat RT/RW hingga kecamatan juga ditekankan.
“Koordinasi antar pemangku kepentingan dan kesiapsiagaan komunitas menjadi kunci mengurangi dampak bencana,” ujar Muhari. Ia meminta daerah rawan bencana meningkatkan mitigasi proaktif.
Baca juga: