JAKARTA – Kualitas dan keunggulan biji kakao asal Jembrana, Bali, diakui dunia internasional. Hal ini terbukti dengan diraihnya penghargaan perak dari 2023 Cacao of Excellence Silver Award di Amsterdam, Belanda, pada 8 Februari 2024.
Penghargaan perak dalam ajang ini ialah perwakilan dari seluruh dunia yang sudah masuk tahap the best fifty atau 50 terbaik. Dalam siaran resmi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank, penerimaan penghargaan itu diwakili oleh Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya (KSS) asal Desa Devisa Kakao Jembrana, Bali.
Bagi Desa Devisa Kakao Jembrana, pengakuan ini memberikan visibilitas bagi karya dan kualitas kakao mereka. Selain itu, ini bisa meningkatkan upaya mereka dalam pertanian kakao berkelanjutan.
“Ini menegaskan komitmen kami dalam menghasilkan kakao berkualitas tinggi dan berkontribusi dalam mempromosikan produksi kakao yang berkelanjutan,” kata Pembina Desa Devisa Kakao Jembrana, Agung Widiastuti, dalam siaran pers kepada ProPublika.id, Minggu (18/2/2024).
LPEI mendorong program Desa Devisa sebagai wadah untuk membimbing petani kakao agar mampu menembus pasar ekspor. Sebagai special mission vehicle Kementerian Keuangan, LPEI fokus pada peningkatan kapasitas dan kompetensi para pelaku usaha.
Selain itu, LPEI juga berupaya membangun ekosistem ekspor yang solid. Salah satu upayanya adalah mendampingi Desa Devisa Kakao Jembrana, Bali.
“LPEI juga memperhatikan manfaat ganda yang diciptakan terhadap ekonomi, masyarakat, dan lingkungan dari pembagunan kapasitas yang dilakukan para pelaku usaha di program Desa Devisa,” kata Kepala Divisi Jasa Konsultasi LPEI, Ilham Mustafa.
Desa Devisa Kakao Jembrana merupakan Desa Devisa pertama yang mendapatkan pendampingan dari LPEI sejak tahun 2012. Para petani kakao di Jembrana mendapatkan pendampingan dan pelatihan untuk menghasilkan produk kakao berkualitas dan menembus pasar ekspor. Desa Devisa Kakao Jembrana telah dikenal dunia sebagai penghasil biji kakao fermentasi terbaik dunia versi Cacao of Excellence 2017.
Biji kakao Jembrana memiliki aroma dan cita rasa unik. Dengan tekstur yang tidak mudah meleleh, biji kakao Jembrana jadi komoditas ekspor unggulan. Keberlanjutan dan inovasi, kata Ilham, menjadi kunci untuk meningkatkan produksi kakao Jembrana di tengah tingginya permintaan dunia dan terbatasnya pasokan kakao global.
Potensi Komoditas Kakao
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia merupakan eksportir peringkat 12 dunia untuk komoditas Kakao dan Produk Olahannya, menguasai 2,29% pangsa ekspor Dunia tahun 2022. Itu setara 55,10 miliar Dollar AS.
Dari sisi harga global, biji kakao telah mencapai level yang sangat tinggi. Data Bloomberg menunjukkan harga biji kakao telah mencapai 5.798 Dollar AS per metrik ton pada awal Februari 2024.
Ini menunjukkan tidak adanya ruang yang cukup luas untuk kenaikan harga, meskipun di tengah situasi pasokan yang terbatas dari Afrika Barat. Kegagalan panen di Pantai Gading dan Ghana karena cuaca buruk menyebabkan penyebaran infeksi jamur di Afrika Barat.
Market Intelligence & Lead Chief Specialist LPEI, Rini Satriani, mengatakan bahwa komoditas kakao dan produk olahan Indonesia memiliki daya saing yang kompetitif. Itu didorong oleh kualitas cita rasa yang baik. Selain itu, tekstur yang tidak mudah meleleh sangat dibutuhkan dalam industri pengolahan cokelat, industri kosmetik, dan farmasi.
“Contoh saja Koperasi Kerta Semaya Samaniya. Pada tahun 2023 tercatat berhasil melakukan ekspor senilai Rp 1,5 Miliar ke Belgia, Perancis, Italia, dan Jepang,” kata Rini.
Penilaian penghargaan

Penghargaan Cacao of Excellence bertujuan untuk memacu transformasi dalam sektor kakao dengan menghargai keunggulan, menghubungkan petani dengan pasar, dan mempromosikan inovasi dan standar.
Cacao of Excellence Award diselenggarakan oleh Alliance of Bioversity International dan The International Center for Tropical Agriculture (CIAT). Tujuan pengharagaan itu untuk mendorong transformasi industri kakao agar terus berinovasi, menciptakan keunggulan kakao, dan menerapkan bisnis yang berkelanjutan.
Tim panelis dalam penghargaan itu terdiri dari 32 ahli, termasuk pakar pembuat cokelat, spesialis evaluasi sensorik, dan ahli asal biji cokelat. Mereka menilai 222 sampel biji kakao dari 52 negara peserta dari seluruh dunia, seperti Afrika dan Samudra Hindia, Asia-Pasifik, Amerika Tengah dan Karibia, serta Amerika Selatan.
Setelah melalui proses evaluasi yang ketat, 50 nominasi teratas memenuhi syarat untuk Penghargaan Emas, Perak, dan Perunggu. (FX)