• Cerita
  • Runut Kasus Toko Mama Khas Banjar, Dipidana Karena Produk Tanpa Label Kadaluarsa
Cerita

Runut Kasus Toko Mama Khas Banjar, Dipidana Karena Produk Tanpa Label Kadaluarsa

Toko Mama Khas Banjar menutup tokonya. Ini dilakukan setelah pemiliknya terjerat kasus hukum karena jual produk tanpa label kadaluarsa.

Runut Perkara Toko Mama Khas Banjar, Dipidana Karena Produknya Tanpa Label Kadaluarsa
Runut Perkara Toko Mama Khas Banjar, Dipidana Karena Produknya Tanpa Label Kadaluarsa.

Toko Mama Khas Banjar, usaha UMKM di Banjarbaru yang menjual produk olahan laut dan oleh-oleh khas Kalimantan Selatan, resmi berhenti beroperasi mulai 1 Mei 2025.

Penutupan ini imbas kasus hukum pemiliknya, Firli Norachim, yang sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Banjarbaru.

Kasus bermula dari laporan konsumen ke Polda Kalsel pada 6 Desember 2024, soal produk tanpa label kadaluarsa di Toko Mama Khas Banjar.

Penyidik Ditkrimsus Polda Kalsel kemudian menyita 35 produk sebagai barang bukti. Firli ditahan setelah penyidik menemukan produk di tokonya tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa. Hal itu dinilai melanggar UU Perlindungan Konsumen.

Usaha Toko Tersendat dan Tutup

Penutupan toko diumumkan Ani, istrinya, yang kini mengurus anak balita mereka sambil menghadapi persoalan hukum yang dihadapi suaminya.

“Mental kami hancur. Suami saya tulang punggung usaha ini ditahan. Saya tak sanggup mengelola sendiri,” kata Ani dalam pernyataan terbukanya di akun instagram @mamakhasbanjar, 30 April 2025.

Ani mengaku, penutupan juga dipicu mundurnya mitra dagang. Produsen UMKM dan nelayan penghasil ikan asin enggan menitipkan barang di toko tersebut.

“Mereka takut setelah kasus ini. Ini titik terendah kami,” tambahnya.

Sebelum tersandung kasus, Toko Mama Khas Banjar termasuk UMKM berkembang pesat. Ani menyebut penahanan suaminya membuat roda usaha terhenti.

“Saya harus fokus merawat anak tiga tahun. Kasus ini belum ada keputusan,” ujarnya.

Bagaimana tanggapan DPR RI?

Untuk mengadvokasi diri, Ani mengadukan persoalannya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta pada 29 April 2025. Ani diampingi Komisi II DPRD Banjarbaru.

Seusai kegiatan tersebut, Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu menilai negara tak boleh represif ke UMKM. UMKM, kata dia, ada karena negara gagal ciptakan lapangan kerja.

“Kasus ini seharusnya diselesaikan dengan restorative justice,” tegas Adian, terekam akun TikTok @dennihasiholan.

Bagaimana tanggapan polisi?

Kepala Subdit Indagsi Ditkrimsus Polda Kalsel, AKBP Amien Rovi, menegaskan pelanggaran UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Pencantuman kedaluwarsa wajib agar konsumen tahu batas mutu produk,” jelas Amien, dikutip dari Kompas.com.

Amien menambahkan, penindakan hukum ini merupakan perhatian pemerintah dan kepolisian. Hal ini pun dinilai sudah sesuai prosedur.

Ani merasa usaha kecil yang ia kelola diperlakukan tak adil. “Kalau ada kesalahan, barang disita, langsung dipidana. Inikah keadilan untuk UMKM?” tanyanya.

Mestinya dilakukan pembinaan

Komisi II DPRD Banjarbaru bersama dinas terkait dan BPOM Banjarmasin telah menggelar rapat membahas kasus ini. Ketua Komisi II DPRD Banjarbaru, Syamsuri, menegaskan bahwa pelaku UMKM seharusnya mendapat pendampingan ketimbang diadili untuk pelanggaran minor.

“Kami menyayangkan kasus yang menimpa pelaku UMKM sehingga sampai dipidana. Seharusnya mereka dibina, bukan diadili karena produk yang dinilai melanggar aturan,” tegas Syamsuri usai rapat, dikutip dari Antaranews.

Pertemuan tersebut melibatkan Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan UMKM, Bagian Hukum, serta BPOM Banjarmasin. Syamsuri mengingatkan bahwa UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan pendekatan pembinaan bagi pelaku usaha kecil yang melakukan pelanggaran ringan.

“Jika pelaku usaha kecil melakukan pelanggaran kecil, minta mereka menarik barangnya sehingga tetap bisa berusaha, bukan langsung diproses pidana. Tindakan itu tidak membina,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Banjarbaru, Liana, menambahkan bahwa produk pangan segar seperti ikan asin tidak wajib mencantumkan izin BPOM atau masa kedaluwarsa. Menurutnya, pelaku UMKM ini telah mendapat teguran dari Dinas Perdagangan dan surat pernyataan dari BPOM, sehingga langkah hukum pidana dinilai berlebihan.

“Mereka bukan pelaku kriminal yang seharusnya dibina agar tidak mengulangi kesalahan. Bisa dilakukan pendekatan manusiawi, bukan langsung menghukum,” tegas Liana.

Ia juga menyoroti bahwa kasus ini telah masuk tahap persidangan dan mendesak Pemkot Banjarbaru memberikan bantuan hukum sesuai Perda Perlindungan UMKM. “Ini momentum untuk memastikan pelaku usaha kecil terlindungi dari kriminalisasi yang tidak proporsional,” pungkasnya.

Baca juga:

Picture of FX Jarwo
FX Jarwo
Jurnalis dan penulis konten ProPublika.id. Menggemari isu lingkungan, masyarakat adat, dan hak asasi manusia. Ia pun menulis hal-hal ringan mengenai perjalanan, tips, dan pengetahuan umum dari berbagai sumber.
Bagikan
Berikan Komentar