• Cerita
  • Dari Hutan Papua ke Parfum Dunia: Kisah Perempuan Penjaga Pala
Cerita

Dari Hutan Papua ke Parfum Dunia: Kisah Perempuan Penjaga Pala

Pala Papua perlahan naik kelas berkat perempuan adat. Dari hutan, pala mendekat ke pasar parfum global sambil jaga kelestarian alam.

Petani Pala di Kabupaten Fak Fak, Papua Barat, menunjukkan pala hasil panennya pada 24 Maret 2021. (Foto: Kaleka)
Petani Pala di Kabupaten Fak Fak, Papua Barat, menunjukkan pala hasil panennya pada 24 Maret 2021. (Foto: Kaleka)

Di pedalaman hutan Papua Barat, Mama Siti (52) memimpin 118 perempuan adat mengolah pala warisan leluhur. Hasilnya, buah yang dulu diabaikan kini dilirik industri parfum dunia. Mereka tak hanya menjaga tradisi, tapi juga meningkatkan ekonomi dan kelestarian hutan.

“Laki-laki memanjat pohon, perempuan mengolah buah,” kata Mama Siti bercerita bagaimana mereka mengolah pala, Rabu 23 April 2025.

Di kampung Mama Siti, Desa Pangwadar, Kabupaten Fakfak, 56 pohon pala per hektar menjadi sumber kehidupan 26.927 masyarakat adat. Setiap bagian pala—daging, biji, hingga kulit—dimanfaatkan untuk produk bernilai tinggi.

Bagi masyarakat Papua Barat, pala adalah “penjelmaan perempuan” yang sakral. Penebangannya dilarang, panennya diatur ritual wewowo. Dua bulan sebelum musim panen, pohon pala “dikenakan” kebaya sebagai tanda larangan memetik buah muda.

“Saat kera-kera (pala muda) dilarang dipanen, hutan diberi waktu pulih,” ujar Mama Siti.

Tradisi ini turun-temurun menjaga keseimbangan alam. Setelah panen, lahan dibiarkan beristirahat hingga musim berikutnya. Sayangnya, harga pala kerap anjlok. Panen hanya dua kali setahun, membuat banyak petani terpuruk.

“Saat harga turun, kami harus cari pekerjaan lain,” tambah Mama Siti.

Jalan keluar krisis pala

pala papua
Mama Siti. (Foto: Kaleka)

Inisiatif Wewowo Lestari hadir menjawab masalah ini. Digagas Kaleka, program ini melatih petani mengolah pala dengan teknologi modern.

Kaleka adalah organisasi nirlaba yang bergerak dalam memperjuangkan pengelolaan alam berkelanjutan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal dan masyarakat adat.

Kaleka mendampingi warga menggunakan solar dryer. Teknologi untuk mengeringkan pala ini meningkatkan pendapatan 13-40% dibanding cara tradisional.

Venticia Hukom, Asisten Badan Eksekutif Kaleka, menjelaskan, “Ekstraksi minyak pala naik dari 1% jadi 3,5% berkat riset bersama laboratorium Prancis.”

Peran Kaleka tidak hanya meningkatkan kualitas produk, tetapi juga berupaya membuka pasar yang lebih luas. Pihaknya secara aktif bekerja sama dengan laboratorium Association Francaise des Dieteticiens Nutritionnistes (AFDN) asal Prancis.

Mereka melakukan riset lanjutan terhadap hasil olah pala dalam mengembangkan prototipe produk parfum yang akan diajukan kepada perusahaan-perusahaan ternama di dunia parfum, seperti Hermes dan Chanel.

Peran koperasi

Koperasi Mery Tora Qpohi yang dipimpin Mama Siti jadi tulang punggung ekonomi petani.  Melalui koperasi, pendapatan petani naik 11-40% dibanding menjual ke tengkulak.

Kabupaten Fakfak di Papua Barat adalah rumah bagi 908.850 hektar hutan. Lebih dari 26.000 masyarakat adat di dalamnya bergantung pada 56 pohon pala per hektar hutan untuk mata pencaharian.

Kendati demikian, pala bukan sekadar komoditas. “Pala adalah kehidupan kami, bukan sekadar komoditas,” tegas Mama Siti.

Limbah pala yang dulu menumpuk kini diolah jadi sirup, manisan, hingga minyak atsiri. Saat ini, 500 botol sari buah pala terjual di pasar lokal.

“Dalam 5 tahun, pala Papua akan setara dengan rumput laut dan kepiting. Dalam 15 tahun, Fakfak bisa jadi pusat industri parfum dunia,” ujar Venticia Hukom.

Kearifan lokal jadi kunci sukses program ini. Mama Siti menegaskan, “Kami tak mau hutan rusak demi industri.”

Dengan pendekatan ekonomi restoratif, Wewowo Lestari buktikan pelestarian alam dan kesejahteraan bisa sejalan.

Kini, pala Papua tak hanya menghidupi masyarakat adat. Ia menjadi simbol harapan: dari hutan terpencil ke pasar global, dipimpin perempuan-perempuan tangguh yang menolak menyerah pada zaman.

Baca juga:

Picture of FX Jarwo
FX Jarwo
Jurnalis dan penulis konten ProPublika.id. Menggemari isu lingkungan, masyarakat adat, dan hak asasi manusia. Ia pun menulis hal-hal ringan mengenai perjalanan, tips, dan pengetahuan umum dari berbagai sumber.
Bagikan
Berikan Komentar