SAMARINDA – Deru kendaraan tambang yang melintasi jalan umum di Kalimantan Timur kembali menuai amarah publik. Di tengah keluhan masyarakat yang merasa terpinggirkan, suara tegas datang dari parlemen daerah.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur, melontarkan kritik keras terhadap praktik hauling batu bara dan material tambang yang menggunakan jalan milik publik. Ia menilai, situasi ini mencerminkan lemahnya keberpihakan negara terhadap rakyat kecil.
“Ketika jalan rusak dan nyawa terancam karena truk-truk tambang, itu bukan sekadar pelanggaran teknis. Itu bentuk ketidakadilan. Negara tak boleh bungkam, apalagi kalah oleh korporasi,” tegas Guntur pada 26 Juni 2025.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sudah jelas mewajibkan perusahaan menyediakan jalur hauling mandiri. Namun, banyak perusahaan justru memilih jalur termurah: menggunakan jalan umum.
“Regulasinya ada, tapi penegakannya yang absen. Jalan umum yang dibangun dengan uang rakyat malah dihancurkan oleh aktivitas industri,” ucapnya geram.
Guntur menyebut wilayah seperti Kutai Timur, Kukar, dan Berau sebagai titik rawan yang tak pernah sepi dari lalu lalang truk tambang. Selain membahayakan pengguna jalan lain, kendaraan besar itu juga mempercepat kerusakan infrastruktur yang belum tentu bisa segera diperbaiki.
Ia menuntut adanya tindakan nyata dari instansi teknis, termasuk Dinas Perhubungan, Dinas ESDM, hingga aparat kepolisian. Menurutnya, tidak cukup hanya memberi teguran.
“Kalau ditemukan pelanggaran, cabut izinnya. Negara tidak boleh ragu membela kepentingan umum,” ujarnya.
Pernyataan keras Gubernur Kaltim yang menolak penggunaan jalan umum oleh truk tambang, menurut Guntur, patut diapresiasi. Namun ia mengingatkan, komitmen politik harus diterjemahkan ke dalam kebijakan teknis yang dieksekusi di lapangan.
“Kalau hanya bicara tanpa tindakan, itu tidak lebih dari janji kosong. OPD harus bergerak cepat dan tegas,” tambahnya.
Bagi Guntur, kerusakan jalan oleh kendaraan tambang adalah potret dari pertarungan antara kepentingan rakyat dan kepentingan modal. Ia menegaskan, keberpihakan pemerintah diuji lewat sikapnya terhadap praktik semacam ini.
“Rakyat melihat. Apakah negara berdiri untuk mereka, atau justru membiarkan jalan ini jadi milik segelintir orang,” tutupnya.