BALIKPAPAN – Upaya menghadirkan solusi lingkungan berbasis bahan organik kembali muncul dari kampus Institut Teknologi Kalimantan (ITK). Dosen muda ITK, Ismi Khairunnissa Ariani (31), berhasil mengolah kulit nanas dan biji pepaya—dua limbah rumah tangga yang kerap terbuang—menjadi koagulan alami untuk menetralkan keasaman air kolam bekas tambang.
Icha, yang merupakan alumnus Istanbul Technical University, Civil Engineering Faculty, Environmental Engineering, kini mengajar mata kuliah Unit Operasi Teknik Lingkungan di Fakultas Pembangunan Berkelanjutan ITK. Ia menjelaskan bahwa inovasi ini berawal dari penelitian sebelumnya, ketika ia mengolah kulit nanas menjadi adsorben berbentuk butiran. Hasilnya cukup efektif, mampu menurunkan tingkat keasaman air tambang hingga 70–80 persen.
“Tahun ini kami coba lagi, masih pakai kulit nanas karena sebelumnya sudah terbukti berhasil. Tapi kami kombinasikan dengan biji pepaya. Alasannya sederhana, keduanya limbah rumah tangga yang mudah ditemukan dan murah,” ujar dia ditemui di Kampus ITK, Balikpapan.
Jika penelitian terdahulu menggunakan metode adsorpsi, kini Icha mengembangkan teknik koagulasi-flokulasi. Kulit nanas dan biji pepaya terlebih dahulu dipotong kecil, dikeringkan dalam oven, lalu ditumbuk hingga menjadi serbuk halus. Serbuk tersebut kemudian diekstrak dengan larutan garam (NaCl) untuk meningkatkan efektivitasnya.
“Prosesnya memang dua kali oven. Setelah direndam dan disaring, serbuknya dikeringkan lagi sampai benar-benar siap dipakai,” jelasnya.
Pengujian dilakukan dengan mencampurkan bubuk koagulan ke dalam air asam tambang asli. Campuran kemudian diaduk cepat selama satu jam, diikuti pengadukan lambat selama 15 menit, sebelum diendapkan sekitar 40 menit.
Hasilnya mengejutkan. Dari beberapa variasi dosis, justru dosis terkecil yang paling efektif. “Yang paling bagus itu cuma sekitar 0,5 gram untuk 500 mL air. Artinya untuk satu liter cukup 1 gram, jumlah yang sangat kecil,” ucapnya.
Aman Bagi Lingkungan
Menurut Icha, koagulan organik ini bekerja karena kandungan protein, selulosa, lignin, dan hemiselulosa dalam kulit nanas dan biji pepaya yang mampu mengikat partikel logam seperti besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air asam tambang.
“Endapannya aman dibuang ke lingkungan. Tidak seperti koagulan kimia yang bisa menimbulkan residu berbahaya. Inilah keunggulan bahan organik,” katanya.
Ia membandingkan dengan tawas, koagulan yang lazim digunakan. Tawas memang efektif, tetapi meninggalkan lumpur atau endapan mengandung senyawa kimia yang berpotensi mencemari lingkungan jika dibuang sembarangan.
Meskipun penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium dan tidak bersifat kontinyu seperti di industri, Icha optimistis hasilnya bisa dikembangkan lebih jauh.
“Airnya setelah diolah sudah memenuhi baku mutu. Tidak untuk dikonsumsi, tapi bisa dipakai untuk MCK dan irigasi,” ujarnya.
Limbah Rumah Tangga Kaya Manfaat
Inovasi ini juga dilatarbelakangi upaya memanfaatkan limbah yang sering dianggap tidak berharga. “Di pasar, kulit nanas dan biji pepaya itu langsung dibuang. Padahal kandungan proteinnya tinggi dan sangat bermanfaat untuk pengolahan air,” jelasnya.
Ke depan, Icha membuka peluang penelitian lanjutan, termasuk uji coba pada air sumur, air permukaan, maupun air rumah tangga.
“Airnya memang agak lebih coklat, karena warna alami dari bahan organik yang dioven. Aman, tapi pasti butuh penyesuaian kalau untuk penggunaan domestik,” tuturnya.
Baca juga :
