• Berita
  • Wali Kota Didesak Batalkan Kenaikan PBB di Balikpapan
Berita

Wali Kota Didesak Batalkan Kenaikan PBB di Balikpapan

Ketua Peradi Balikpapan Piatur Pangaribuan mendesak kenaikan PBB di Balikpapan dibatalkan, bukan hanya ditunda, karena dinilai tak rasional.

Ketua Peradi Balikpapan, Piatur Pangaribuan. (Foto : Propublika.id)

BALIKPAPAN – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terus berlanjut. Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud, memutuskan menunda kenaikan PBB pada Jumat (22/8/2025) setelah muncul protes masyarakat yang menilai besaran kenaikan tidak rasional.

Rahmad menyebut PBB yang berlaku sementara adalah PBB tahun 2024. “Melihat situasi dan kondisi, kami bersama Forkopimda mengambil langkah antisipatif. Jangan sampai muncul gejolak di masyarakat terkait isu kenaikan PBB,” jelas Rahmad di Balai Kota.

Sejumlah warga mengaku tagihan PBB mereka melonjak tajam. Di Balikpapan Utara, seorang warga menyebut PBB-nya naik hingga 3.000 persen. Sementara di Balikpapan Timur, ada warga yang mengklaim kenaikannya mencapai 1.000 persen. Wali kota menegaskan lonjakan tersebut disebabkan salah penentuan zona nilai tanah (ZNT) sehingga memengaruhi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Kepala Badan Pengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (BPPDRD) Balikpapan, Idham Mustari, sehari sebelumnya mengungkap pihaknya sudah memperbaiki data PBB milik warga Balikpapan Utara. BPPDRD juga membuka layanan aduan dan memberikan stimulus pengurangan PBB antara 30–90 persen untuk merespons keluhan masyarakat.

Ketua Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Balikpapan, Piatur Pangaribuan, menilai kebijakan kenaikan PBB tidak masuk akal dan menyesatkan. Ia menegaskan, penundaan bukanlah solusi, melainkan pembatalan.

“Kalau pun ada kenaikan PBB, pertama harus proporsional. Tidak langsung melompat sampai di luar nalar. Apalagi tidak pernah ada sosialisasi kenaikan PBB,” ujarnya, Jumat (22/8/2025).

Menurut Piatur, logika kenaikan PBB hingga 3.000 persen sangat tidak masuk akal. “Ini tidak ada dasar hitungannya. Apalagi di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit, kok tega menetapkan angka setinggi itu,” tegasnya.

Ia membandingkan kasus di Pati, Jawa Tengah, di mana kenaikan PBB sempat menuai protes karena mencapai 250 persen. “Sekarang di Balikpapan malah lebih gila lagi, 3.000 persen. Ini nalar dari mana?” kritiknya.

Piatur juga menyoroti Pemerintah Kota Balikpapan yang dinilai tidak transparan dalam menetapkan ZNT sehingga memicu lonjakan PBB. “Seharusnya ada kajian akademik, melibatkan masyarakat dan kampus, sebelum menetapkan. Tapi faktanya, masyarakat tidak pernah diajak bicara,” katanya.

Ia bahkan menuding ada pihak-pihak yang membisikkan kebijakan tersebut. “Termasuk pejabatnya diganti saja kalau seperti ini. Kalau memang dari wali kota, maka wali kota juga harus dipersoalkan. Karena masyarakat sudah memberikan kepercayaan, tapi ternyata keputusan ini merugikan,” urainya.

Lebih jauh, Piatur menegaskan kenaikan PBB yang tidak rasional bisa dibatalkan melalui jalur hukum. “Karena produk kebijakan ini berasal dari peraturan daerah, maka ada dua jalur, bisa executive review atau judicial review. Saya akan ajak teman-teman elemen masyarakat untuk berdiskusi,” katanya.

Ia juga membuka opsi menggugat jika kebijakan tersebut tidak segera dikoreksi. “Kalau tidak segera dibatalkan, maka kami akan tempuh langkah hukum. Karena berapa pun angkanya, harus ada dasar perhitungan yang jelas, proporsional, dan mempertimbangkan kemampuan masyarakat,” pungkasnya.

Baca juga :

Picture of Hutama Ian
Hutama Ian
Jurnalis ProPublika.id. Menulis berbagai hal mengenai kriminal, ekonomi, olahraga, dan lingkungan.
Bagikan
Berikan Komentar