PASER — Tim gabungan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) melalui Balai Gakkumhut Wilayah Kalimantan bersama BKSDA Kalimantan Timur dan Denpom VI/1-4 Penajam Paser Utara mengungkap aktivitas tambang ilegal di kawasan Cagar Alam Teluk Adang, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Dalam operasi yang digelar awal pekan ini, petugas mengamankan empat unit ekskavator dan satu unit dump truck yang digunakan untuk menambang batu bara tanpa izin di kawasan konservasi tersebut. Empat orang pelaku, yakni PT (38), J (24), GM (32), dan W (55), turut ditangkap saat sedang melakukan aktivitas pengupasan, penggalian, dan pemuatan batu bara.
Penyidik telah menetapkan keempatnya sebagai tersangka. Mereka kini dititipkan di Rumah Tahanan Polresta Samarinda.
Keempat tersangka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU 41/1999 tentang Kehutanan yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja, UU 32/2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.
Kepala Balai Gakkumhut Wilayah Kalimantan, Leonardo Gultom, menyebut keberhasilan operasi ini merupakan hasil sinergi kuat dengan BKSDA Kaltim dan jajaran POMDAM VI Mulawarman, khususnya Datasemen POM VI/1 Samarinda dan Subdenpom VI/1-4 PPU.
“Operasi ini merupakan bagian dari upaya melindungi kawasan Cagar Alam Teluk Adang dari aktivitas tambang ilegal yang dapat menyebabkan kerusakan serius. Kami akan mendalami dan mengungkap aktor lain, baik individu maupun korporasi, yang terlibat dalam kegiatan ilegal ini,” tegas Leonardo dalam keterangan tertulisnya.

Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian kawasan konservasi sesuai arahan Menteri Kehutanan Raja Juli dan Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki.
“Ditjen Gakkum Kehutanan akan terus melakukan penegakan hukum terhadap siapa pun, baik perorangan maupun korporasi, yang merusak kawasan konservasi. Kolaborasi antara pengelola kawasan, penegak hukum, dan Gakkumhut di daerah sangat penting untuk memperkuat perlindungan hutan dan menekan laju degradasi,” ujar Dwi Januanto.
Baca juga :
