Yayasan Kino Media kembali menggelar Festival Film Kemanusiaan (FFK) 2025, sebuah ruang dialog tahunan yang menghadirkan film-film bertema kemanusiaan.
Memasuki tahun keempat, festival ini konsisten menyoroti isu lingkungan hidup, kesetaraan gender, minoritas, dan keberagaman sekaligus memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia setiap 10 Desember.
“Film dapat menghibur sekaligus membawa pesan dan peluang untuk berdiskusi. Film-film yang dipilih untuk FFK 2025 menyuarakan suara perempuan dan anak perempuan,” ujar I Made Suarbawa, Ketua Yayasan Kino Media, dalam keterangan tertulis, Jumat (12/12/2025).
Suara Perempuan dalam Film

Tahun ini, FFK 2025 menghadirkan tiga film panjang dan lima film pendek yang seluruhnya memiliki kedekatan dengan isu perempuan.
Salah satu film yang diputar merupakan hasil kerja sama dengan Movies that Matter, yaitu Mediha (2023) karya Hasan Oswald, sebuah dokumenter tentang kekerasan terhadap anak perempuan di Irak Utara.
Dua film fiksi panjang Indonesia yang turut diputar adalah:
- Seribu Payung Hitam (2025, sutradara Erwin Arnada)—mengisahkan perjuangan Sawitri, seorang aktivis lingkungan dalam melawan privatisasi air di desanya.
- Jayaprana Layonsari (2024, sutradara Putu Kusuma Wijaya & Putu Satria Kusuma)—membahas bagaimana tubuh dan pilihan perempuan sering dikorbankan demi kekuasaan dan tradisi.
“FFK mengundang masyarakat dari segala latar belakang untuk kembali membicarakan perspektif kemanusiaan, karena nilai-nilai kemanusiaan selalu dinamis,” ungkap Edo Wulia, Direktur FFK 2025.
Program Film Pendek

FFK 2025 juga hadir dengan program film pendek hasil dari UNiTE Short Film Fellowship 2025, yang pertama kali diputar di Jakarta pada 5–7 Desember 2025.
Program ini digagas oleh UN Women, UNFPA, Siklus Indonesia, dan Minikino dengan dukungan Global Affairs Canada serta bekerja sama dengan ILO, UNDP, UNESCO, UNIDO, UN Volunteers, dan WHO.
Lima pembuat film terpilih mengikuti lokakarya pendalaman isu kekerasan terhadap perempuan sebelum memproduksi film berdurasi 5–15 menit. Karya mereka kemudian diluncurkan bertepatan dengan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Kelima film tersebut adalah:
- Fotome (Vera Isnaini) — menyoroti kekerasan berbasis digital yang mengeksploitasi tubuh dan privasi perempuan di ruang online.
- Malam Sepanjang Nafas (Irwan Sebleku) — mengangkat perjuangan perempuan yang menuntut keadilan atas kekerasan seksual dalam lingkar keluarga dan kuasa lokal.
- DiRIAS Perias (Eman Memay Harundja) — menggambarkan solidaritas perempuan cis dan trans menghadapi perjodohan, tekanan keluarga, dan norma yang membatasi pilihan hidup.
- Potret (Reni Apriliana) — mempertanyakan relasi kuasa di industri kreatif saat perempuan dihadapkan pada batas-batas tubuh dan keamanan diri.
- Busa-busa di Piring (Fala Pratika) — menampilkan trauma masa kecil serta solidaritas anak perempuan yang tumbuh di lingkungan keluarga yang menyimpan luka.
Digelar 12–13 Desember di Denpasar

FFK 2025 berlangsung pada 12–13 Desember 2025 di MASH Denpasar Art House Cinema, Bali.
Seluruh pemutaran dapat diakses secara gratis, namun penonton diwajibkan melakukan registrasi untuk mendapatkan slot tempat duduk.
“MASH Denpasar dirancang untuk memberi ruang pada film, percakapan, dan pengalaman menonton yang lebih dekat dan jujur,” ujar Fransiska Prihadi, arsitek sekaligus co-founder MASH Denpasar.
Informasi lengkap mengenai FFK 2025 dapat diakses melalui situs resmi Yayasan Kino Media di halaman FFK serta akun Instagram
@kemanusiaanfilmfest.
