• Cerita
  • Jejak 53 Tahun Narsih, Lengger Banyumas Pelestari Ritus Baritan
Cerita

Jejak 53 Tahun Narsih, Lengger Banyumas Pelestari Ritus Baritan

Dedikasi Lengger Banyumas, Narsih, selama 53 tahun. Kisah dan ritual Baritan yang terancam punah dihadirkan dalam "Memoar Lengger Narsih."

Salah satu bagian pertunjukan tari "Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan" yang digelar di Hetero Space Banyumas, Selasa (30/9/2025). (Dokumentasi Sanggar Ngudi Luwesing Salira)
Narsih tampil dalam bagian pertunjukan tari "Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan" yang digelar di Hetero Space Banyumas, Selasa (30/9/2025). (Dokumentasi Sanggar Ngudi Luwesing Salira)

Pertunjukan tari “Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan” sukses digelar di Hetero Space Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (30/9/2025).

Acara ini bukan sekadar pementasan seni, melainkan sebuah penjelajahan mendalam terhadap laku hidup Narsih, sosok penari lengger Banyumas yang telah mendedikasikan lebih dari separuh usianya untuk seni tradisi ini.

Pementasan ini mengangkat kisah Narsih, khususnya pengalamannya menjalani ritus baritan, sebuah upacara sakral kesuburan dan tolak bala yang kini menghadapi ancaman kepunahan.

Apresiasi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

Salah satu bagian pertunjukan tari "Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan" yang digelar di Hetero Space Banyumas, Selasa (30/9/2025). (Dokumentasi Sanggar Ngudi Luwesing Salira)
Salah satu bagian pertunjukan tari “Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan” yang digelar di Hetero Space Banyumas, Selasa (30/9/2025). (Dokumentasi Sanggar Ngudi Luwesing Salira)

Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X mengapresiasi tinggi dedikasi Narsih dalam melestarikan lengger dan calung, bagian penting dari Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.

Pejabat Pembuat Komitmen BPK Wilayah X, Edy Budiyanto, mengungkapkan bahwa Narsih sejak usia 7 tahun mendalami, melakoni, dan mengabdikan diri untuk seni tradisi lengger. Secara konsisten ia melakoninya selama 53 tahun.

“Jejak pengabdian Narsih di seni tradisi lengger selama 53 tahun. Sekarang, ibu Narsih berusia 60 tahun,” kata Edy.

Edy menilai pengalaman Narsih sebagai lengger selama puluhan tahun memberinya pemahaman mendalam tentang seluk beluk tradisi ini. Mendokumentasikan riwayat Narsih dan ritus baritan melalui pementasan ini dinilai krusial untuk mencegah unsur warisan budaya ini mengalami nasib punah.

Empat Babak Kisah Lengger Narsih

Salah satu bagian pertunjukan tari "Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan" yang digelar di Hetero Space Banyumas, Selasa (30/9/2025). (Dokumentasi Sanggar Ngudi Luwesing Salira)
Salah satu bagian pertunjukan tari “Memoar Lengger Narsih: Ritus Baritan” yang digelar di Hetero Space Banyumas, Selasa (30/9/2025). (Dokumentasi Sanggar Ngudi Luwesing Salira)

Pertunjukan yang disutradarai oleh Abdul Aziz Rasjid ini tersaji dalam empat babak, merefleksikan perjalanan panjang Narsih:

  1. Klenengan: Mendeskripsikan awal perjalanan Narsih sebagai penari yang menjalani laku mbarang dan midhang (berkeliling dari kampung ke kampung). Narsih remaja diperankan oleh penari muda, Yanika Lintang.
  2. Lenggeran: Narsih tampil sebagai penari utama dan berdialog tentang riwayatnya menari lengger sejak usia 7 tahun. Ia mengenang kecintaannya pada gendhing Sekar Gadhung dan pengembangan gerakannya yang khas, sendhetan lumpatan.
  3. Badhutan: Babak ini merekonstruksi ritus baritan yang pernah dijalani Narsih. Dikisahkan, ia didatangi petani muda yang terancam gagal panen. Ritual baritan kemudian dilakukan Narsih dengan menggunakan sapu jerami. Bagian ini juga menampilkan dialog dan interaksi interaktif antara lengger dengan penonton, menunjukkan kepiawaian Narsih tidak hanya dalam menari dan bernyanyi.
  4. Penutup (Tari Baladewan): Pementasan ditutup dengan tari Baladewan yang dibawakan oleh putri Narsih, Wahyu Yunaeni. Tari ini melambangkan ikhtiar manusia agar selalu diberkati dalam menjalani kehidupan.

.

Pementasan ini didukung oleh Sanggar Ngudi Luwesing Salira, penayagan calung yang diasuh Narsih. Keterlibatan mayoritas anggota perempuan pada penayagan calung ini menjadi simbolisasi praktik berkesenian Narsih yang mengedepankan peran aktif perempuan.

Dukungan untuk pementasan ini merupakan bagian dari program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan (FPK) 2025 Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, menegaskan pentingnya menjaga lengger Banyumas, ritual sakral, dan pengetahuan lokal yang menyertainya.

Baca juga:

Picture of FX Jarwo
FX Jarwo
Jurnalis dan penulis konten ProPublika.id. Menggemari isu lingkungan, masyarakat adat, dan hak asasi manusia. Ia pun menulis hal-hal ringan mengenai perjalanan, tips, dan pengetahuan umum dari berbagai sumber.
Bagikan
Berikan Komentar