• Berita
  • Enam Organisasi Lingkungan Hidup Desak Hanwa Hentikan Impor Bahan Bakar Biomassa
Berita

Enam Organisasi Lingkungan Hidup Desak Hanwa Hentikan Impor Bahan Bakar Biomassa

Enam organisasi lingkungan mendesak Hanwa Co., Ltd. menghentikan impor biomassa yang disebut merusak hutan Indonesia.

Tumpukan pelet kayu siap ekspor di fasilitas produksi di Indonesia. Bahan bakar biomassa ini dikritik karena dituding memicu deforestasi dan kerusakan ekosistem. (Foto : Forest Watch Indonesia)

JAKARTA – Koalisi enam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan hidup dari Jepang dan Indonesia mendesak Hanwa Co., Ltd. untuk menghentikan impor pelet kayu dari Indonesia yang dinilai berkontribusi terhadap kerusakan hutan alam.

Desakan tersebut disampaikan melalui surat permohonan dan kuesioner resmi yang diajukan kepada perusahaan asal Jepang itu. Menurut koalisi, praktik impor bahan bakar biomassa dari Indonesia telah mendorong ekspansi besar-besaran Hutan Tanaman Energi (HTE) hingga mencapai sekitar 1,3 juta hektare.

Ekspansi tersebut menyebabkan penebangan hutan alam dan konversi lahan menjadi perkebunan monokultur yang mengancam keanekaragaman hayati, meningkatkan risiko banjir, serta merugikan mata pencaharian masyarakat lokal.

Salah satu wilayah yang menjadi sorotan adalah Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, yang disebut sebagai sumber pasokan pelet kayu impor Hanwa. LSM dan kelompok masyarakat sipil di wilayah itu menegaskan bahwa “hutan Indonesia bukanlah bahan bakar.”

“Hutan memiliki fungsi krusial untuk melindungi kehidupan manusia dari krisis iklim. Tidak ada keberlanjutan jika praktik perusakan hutan dibiarkan,” ujar Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI).

Ia menambahkan, hasil investigasi FWI menunjukkan adanya pemanfaatan kayu dari hutan alam secara besar-besaran yang juga diperkuat oleh laporan V-Legal.

Sementara itu, Defri Sofyan, Direktur Eksekutif WALHI Gorontalo, mengungkapkan temuan riset di dua desa yang wilayahnya tumpang tindih dengan konsesi pemasok Hanwa.

Menurutnya, perusahaan gagal memperoleh Persetujuan Atas Dasar Informasi Sejak Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) dari masyarakat setempat. “Sejak awal, warga menolak kehadiran perusahaan karena khawatir akan kerusakan hutan yang bisa memicu banjir dan longsor serta hilangnya akses terhadap sumber penghidupan mereka,” kata Defri.

Ia menambahkan, janji perusahaan soal peningkatan pendapatan dan peluang kerja tidak terbukti, sementara kerugian biodiversitas dan penurunan kualitas sungai justru meningkat.

Dari pihak Jepang, Junichi Mishiba dari Friends of the Earth Japan menilai kebijakan energi biomassa melalui skema Feed-in Tariff (FIT) justru kontraproduktif.

“FIT awalnya digagas sebagai upaya mendukung energi terbarukan, tapi praktiknya mendorong penebangan hutan alam Indonesia. Pemerintah Jepang dan korporasi harus meninjau ulang kebijakan ini karena dibiayai dari dana publik,” ujarnya.

Koalisi organisasi tersebut mendesak Hanwa untuk segera menghentikan impor pelet kayu yang terkait dengan deforestasi, serta membuka kebijakan pengadaan dan proses audit keberlanjutan yang mencakup aspek hak asasi manusia.

Organisasi yang menandatangani seruan ini antara lain:

  • Friends of the Earth Japan

  • Forest Watch Indonesia (FWI)

  • Trend Asia

  • WALHI Gorontalo

  • WALHI Nasional (to be confirmed)

Baca juga :

Picture of Hutama Ian
Hutama Ian
Jurnalis ProPublika.id. Menulis berbagai hal mengenai kriminal, ekonomi, olahraga, dan lingkungan.
Bagikan
Berikan Komentar