• Pariwara
  • Pengawasan Tata Ruang yang Longgar Dinilai Jadi Pemicu Banjir Berulang, Damayanti Desak Evaluasi Serius terhadap Alih Fungsi Lahan
Pariwara

Pengawasan Tata Ruang yang Longgar Dinilai Jadi Pemicu Banjir Berulang, Damayanti Desak Evaluasi Serius terhadap Alih Fungsi Lahan

Masifnya pembangunan di area resapan air penyebab meningkatnya frekuensi dan cakupan banjir di Kaltim. Perlu pengendalian tata ruang.

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti. (Propublika.id)
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti. (Propublika.id)

SAMARINDA – Deretan wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) yang terus dilanda banjir dalam beberapa waktu terakhir memunculkan keresahan mendalam di tengah masyarakat. Hujan deras seolah menjadi pertanda rutin datangnya genangan air, sementara upaya pencegahan dianggap masih belum efektif menangani akar permasalahan.

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, menyoroti masifnya pembangunan di area resapan air sebagai penyebab meningkatnya frekuensi dan cakupan banjir. Ia menegaskan bahwa lemahnya pengawasan dan pengendalian tata ruang telah membuka ruang bagi terjadinya konversi lahan hijau secara masif.

Menurutnya, bangunan-bangunan baru banyak bermunculan di wilayah yang seharusnya berfungsi sebagai jalur aliran air. Akibatnya, air yang seharusnya mengalir dengan lancar justru tertahan dan menyebabkan genangan.

Politisi dari daerah pemilihan (dapil) Balikpapan itu menekankan bahwa banyak kawasan perbukitan dan ruang terbuka hijau telah berubah fungsi menjadi permukiman, tanpa memperhitungkan konsekuensi ekologisnya terhadap kemampuan tanah menyerap air.

“Dulu perumahan WIKA itu aman-aman saja, sekarang jadi langganan banjir. Kenapa? Karena kawasan perbukitan yang dulunya jadi resapan air, sekarang berubah jadi perumahan,” ujar Damayanti pada 4 Juni 2025 di Samarinda.

Ia menjelaskan bahwa banjir kini tidak hanya menghantui daerah-daerah langganan, tetapi juga mulai merambah ke titik-titik baru yang sebelumnya tidak pernah tergenang. Hal ini menunjukkan lemahnya kontrol terhadap dampak lingkungan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

“Alih fungsi lahan tanpa kontrol mempercepat kerusakan lingkungan. Kita tidak menolak pembangunan, tapi harus ada keseimbangan dengan keberlanjutan lingkungan,” ungkapnya.

Damayanti mendesak agar pemerintah daerah meninjau ulang sistem perizinan pembangunan, terutama di kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi. Ia juga menilai bahwa analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) selama ini belum dilaksanakan secara menyeluruh dan konsisten.

“Kalau dibiarkan, banjir akan jadi bencana permanen. Bukan hanya merugikan warga, tapi juga membebani APBD untuk penanganan darurat setiap tahun,” tegasnya.

Ia mendorong terbentuknya sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan lembaga pengawas lingkungan untuk segera melakukan audit tata ruang guna mengendalikan potensi kerusakan yang lebih besar.

“Kalau tata ruangnya longgar dan perizinan gampang, jangan heran banjir jadi langganan,” tandas Damayanti.

Baca juga:

Picture of DPRD Kaltim
DPRD Kaltim
Artikel kerja sama DPRD Kaltim dengan ProPublika.id.
Bagikan
Berikan Komentar