SAMARINDA – Polemik penguasaan lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) di kawasan Jalan Angklung, Samarinda, kembali mencuat. Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Jahidin, mengangkat langsung isu ini ke ruang publik dengan menyoroti keberadaan puluhan bangunan komersial yang berdiri di atas tanah negara tanpa izin sah.
“Ini bentuk keprihatinan saya terhadap potensi penyimpangan aset daerah. Kami sudah telusuri dan akan tindak lanjuti lewat RDP dengan semua pihak terkait,” kata Jahidin pada 26 Juni 2025.
Menurutnya, sekitar 14 bangunan berupa rumah makan dan kafe berdiri di atas lahan yang secara administratif masih tercatat sebagai aset Pemprov Kaltim. Namun hingga kini, tidak ditemukan dokumen pelepasan atau kerja sama pemanfaatan yang legal.
“Kalau tidak ada pelepasan atau sewa resmi, artinya lahan itu dikuasai tanpa hak. Ini berpotensi merugikan keuangan daerah,” tegasnya.
Hamas Dorong Sekolah Fokus Bangun Karakter, Bukan Cuma Nilai
Jahidin mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) lintas komisi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut secara lebih mendalam. Ia menyebut bahwa dimensi persoalan ini mencakup aspek hukum, tata kelola aset, dan ekonomi daerah.
“Saya minta Komisi I, II, dan III ikut terlibat. Harus ada audit menyeluruh. Ini bukan persoalan sederhana,” ujarnya.
Ia juga mengindikasikan kemungkinan adanya aktor yang secara sengaja memanfaatkan lemahnya pengawasan aset untuk mengambil keuntungan pribadi, apalagi lahan tersebut berada di kawasan strategis yang dekat dengan fasilitas pemerintahan.
“Tidak tertutup kemungkinan ini bagian dari skema lama, main belakang. Makanya perlu dibongkar sampai tuntas,” lanjutnya.
Meski begitu, Jahidin menegaskan bahwa tidak semua bangunan di area tersebut dianggap bermasalah. Beberapa instansi, seperti kantor kelurahan, memiliki dasar hukum berupa izin pakai dari Pemprov.
“Kami hanya ingin menertibkan yang benar-benar menyalahgunakan. Tidak semua disamaratakan,” tambahnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa aset publik harus dijaga dan dimanfaatkan sesuai aturan, bukan dikuasai untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, ketegasan pemerintah sangat dibutuhkan agar kasus serupa tidak terus berulang.
“Kalau aset negara bisa dikuasai seenaknya, maka hukum kehilangan wibawa. Kita harus buktikan, negara tidak tunduk pada kepentingan segelintir orang,” pungkasnya.