SAMARINDA– Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Syarifatul Sya’diah, mengingatkan pentingnya pemberdayaan masyarakat lokal di tengah pesatnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Ia menilai perubahan cepat di Kaltim berpotensi memicu ketimpangan sosial jika tidak diiringi kebijakan yang inklusif dan berpihak pada warga setempat.
“Kita tidak ingin warga Kaltim hanya jadi penonton di tanah sendiri. Kalau SDM-nya tidak disiapkan dari sekarang, akan muncul jurang ketimpangan antara yang bisa ikut terlibat dan yang tertinggal,” kata Syarifatul.
Ia menegaskan bahwa pembangunan megainfrastruktur harus sejalan dengan penguatan sektor pendidikan dan penciptaan lapangan kerja yang berpihak pada masyarakat lokal. Kebutuhan tenaga kerja yang meningkat di sektor industri, logistik, dan teknologi harus menjadi peluang nyata bagi warga Kaltim.
“Lapangan kerja akan terbuka, tapi siapa yang mengisinya? Kita harus pastikan itu adalah masyarakat Kaltim sendiri, bukan dari luar semua,” ujarnya.
Syarifatul mengapresiasi kebijakan Pemerintah Provinsi Kaltim yang menggratiskan pendidikan dari jenjang SMA hingga perguruan tinggi mulai tahun anggaran 2025. Namun ia mengingatkan bahwa kesuksesan program tersebut sangat bergantung pada kualitas implementasinya.
“Pendidikan gratis itu langkah awal. Tapi lebih penting lagi adalah memastikan isinya: apakah lulusannya benar-benar siap kerja? Apakah pelatihannya sesuai kebutuhan industri?” tegasnya.
Ia mendorong sinergi antara pendidikan formal, pelatihan vokasi, dan penyediaan akses kerja konkret. Selain itu, Syarifatul mengusulkan adanya insentif bagi perusahaan yang aktif merekrut dan membina tenaga kerja lokal, khususnya dari wilayah terdampak pembangunan IKN.
“Kita perlu skema yang menjamin warga lokal bukan cuma jadi buruh kasar. Mereka harus bisa naik kelas, jadi teknisi, supervisor, bahkan manajer,” katanya.
Menurutnya, mengabaikan peran masyarakat lokal dapat menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pada konflik horizontal. Oleh karena itu, kesejahteraan masyarakat harus menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan.
“Pembangunan tidak boleh hanya dilihat dari sisi fisik dan nilai investasi. Kesejahteraan masyarakat harus menjadi indikator utama keberhasilannya,” pungkas Syarifatul.
Baca juga :