SAMARINDA – Upaya penguatan tata kelola lembaga terus dilakukan DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) melalui berbagai langkah strategis. Salah satunya adalah kunjungan kerja Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kaltim ke DPRD Provinsi Bali, sebagai bentuk studi banding guna memperkuat sistem pengelolaan dan perencanaan agenda legislatif di daerah.
Kegiatan ini tidak hanya menjadi sarana tukar pengalaman antarlembaga, namun juga bagian dari langkah evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kinerja dan struktur kerja yang ada di internal DPRD Kaltim saat ini.
Studi banding ini juga merupakan bagian dari agenda reformasi kelembagaan yang mengarah pada tata kelola yang lebih partisipatif, responsif, dan sesuai dengan tantangan baru daerah.
Dipimpin oleh anggota Banmus, Yonavia dan Sulasih, kunjungan tersebut menggali berbagai pendekatan DPRD Bali dalam menyusun agenda kerja yang selaras dengan kebutuhan daerah serta menghindari tumpang tindih dengan fungsi alat kelengkapan dewan lainnya.
“Penyusunan agenda bukan hanya soal teknis jadwal, tapi menyangkut bagaimana lembaga legislatif merespons dinamika masyarakat secara cepat dan terkoordinasi. Di Bali, kami melihat sistem yang bisa jadi model bagi perbaikan internal di Kaltim,” ujarnya pada 4 Juni 2025.
Diskusi berlangsung secara terbuka dan intens, di mana Banmus DPRD Kaltim mendalami aspek-aspek penting dalam tata kelola, termasuk penguatan koordinasi lintas komisi hingga pengaturan fleksibilitas dalam perubahan agenda tanpa mengabaikan prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Sulasih menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk keseriusan DPRD Kaltim untuk menjadi lembaga yang tidak hanya produktif dalam jumlah regulasi, tetapi juga relevan dengan konteks pembangunan dan kebutuhan publik.
“Momentum pembangunan Ibu Kota Nusantara harus diiringi dengan peningkatan kualitas kerja lembaga daerah, dan semua itu dimulai dari perencanaan yang baik,” ucapnya.
Banmus DPRD Kaltim menyatakan bahwa hasil kunjungan ini akan dibawa pulang sebagai bahan refleksi dan penyusunan pola kerja baru yang lebih sistematis, terbuka terhadap perubahan, dan berpijak pada efisiensi serta kebutuhan nyata di lapangan.
“Transformasi tidak terjadi tiba-tiba. Ia dibangun lewat kesediaan untuk belajar dan keberanian untuk berubah,” tandas Yonavia.