Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Robby Jannatan, Universitas Andalas*
Tahukah kamu bahwa banyak rumah adat di Indonesia yang rusak akibat serangan rayap?
Di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, 94,74% rumah tradisional mengalami serangan rayap. Sementara di Provinsi Aceh, hampir 39% rumah adat mengalami kerusakan parah akibat rayap, mencakup hampir seluruh bagian rumah seperti tiang, lantai, dinding, pintu, dan jendela. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan memerlukan perhatian serius.
Kerusakan pada rumah adat ini tidak hanya memengaruhi penampilan dan struktur bangunan, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi.
Di Kecamatan Simanindo, Samosir, Sumatra Utara, misalnya, total kerugian kerusakan rumah adat akibat rayap mencapai lebih dari Rp100 juta, karena bagian-bagian yang rusak harus diperbaiki atau diganti agar rumah adat tetap berdiri.
Kayu, yang menjadi bahan utama rumah adat di Indonesia, adalah sasaran empuk bagi rayap karena selulosa yang terkandung di dalamnya adalah sumber makanan utama bagi serangga tersebut. Semakin tua usia bangunan, semakin banyak pula jenis rayap yang akan menggerogotinya.
Kabar baiknya, ada solusi sederhana dan ramah lingkungan untuk mengatasi masalah ini, yaitu dengan asap cair dari limbah organik.
Apa itu asap cair?
Bayangkan kamu menyalakan api unggun. Saat kayu terbakar, asap mengepul ke udara. Jika asap tersebut kita kumpulkan kemudian didinginkan, sebagian akan berubah menjadi cairan. Itulah yang disebut dengan asap cair.
Asap cair ini dapat dihasilkan dari proses pembakaran bahan organik—seperti kayu bekas, bambu, atau tempurung kelapa—yang kemudian dikondensasi atau didiamkan hingga berubah menjadi cairan berwarna kecoklatan.
Proses pembuatannya sederhana: bahan organik seperti sisa-sisa kayu, bambu, atau tempurung kelapa dipotong kecil-kecil, kemudian dibakar dalam reaktor pada suhu tinggi (300-650°C), lalu asapnya dialirkan ke kondensor untuk didinginkan.
Setelah didinginkan, asap tersebut berubah menjadi cairan, lalu disaring untuk menghilangkan partikel yang kasar dan kotor. Hasil akhirnya adalah cairan dengan kandungan senyawa kimia, seperti fenol dan asam organik, yang memiliki sifat anti-jamur dan anti-serangga, termasuk rayap.
Sederhananya, asap cair ini bekerja seperti lotion anti-nyamuk bagi rumah adat kita—mencegah hama mendekat dan menyerang kayu.
Karena berasal dari bahan limbah organik seperti tempurung kelapa atau kayu bekas, asap cair lebih aman dan berkelanjutan ketimbang insektisida sintetis yang dapat mencemari lingkungan.
Penggunaan asap cair ini tidak hanya efisien dalam mengendalikan rayap, tetapi juga membantu mengurangi limbah organik yang ada di sekitar kita. Ibaratnya, kita mengubah “sampah” menjadi solusi pelindung bagi rumah adat kita.
Pemanfaatan asap cair di Indonesia
Asap cair, yang biasanya hanya dikenal sebagai pengawet makanan alami, ternyata punya potensi lebih besar–terbukti efektif dalam mengusir rayap dan melindungi struktur kayu.
Beberapa daerah di Indonesia sudah mulai memanfaatkan asap cair sebagai pengendali hama. Misalnya, di Jember, Jawa Timur, kelompok tani menggunakan asap cair untuk mengatasi hama wereng pada tanaman padi.
Di Kabupaten Jabung Barat, Provinsi Jambi, kelompok tani bekerja sama dengan bank sampah untuk memproduksi asap cair sebagai pengawet kayu.
Uji lapangan yang pernah dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur, Kemendikbudristek membuktikan bahwa asap cair tidak hanya mampu menangkal serangan rayap tetapi juga mampu mengawetkan kayu sekaligus. Ini menjadikannya alternatif yang sangat relevan untuk pelestarian rumah adat di Indonesia.
Penggunaan asap cair sebagai perlindungan rumah adat merupakan inovasi penting dalam konservasi cagar budaya di Indonesia. Metode ini memiliki potensi besar untuk diterapkan di berbagai daerah. Sayangnya, hingga kini belum ada laporan tentang penggunaan asap cair untuk melindungi rumah adat di Indonesia.
Oleh karena itu, langkah-langkah implementasi yang lebih luas perlu dilakukan melalui kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak—mulai dari akademisi, pemerintah, perusahaan swasta, organisasi sosial, dan masyarakat lokal untuk memastikan kelestarian rumah adat di Indonesia.
Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi pelatihan pembuatan asap cair, penyediaan alat produksi, serta sosialisasi manfaat dan cara penggunaannya kepada masyarakat.
Indonesia memiliki lebih dari 600 etnis dan lebih dari 100 rumah adat yang mewakili keragaman dan kekayaan budaya kita.
Rumah-rumah adat ini tidak hanya indah, tetapi juga penuh makna dan sejarah.
Artinya, jika teknik ini diadopsi lebih luas, banyak rumah adat dan warisan budaya yang akan bisa bertahan lebih lama di tengah ancaman hama dan waktu.
Jangan sampai warisan budaya kita hancur hanya karena rayap, sementara kita memiliki solusi yang mudah dan efektif untuk melindunginya.
*Robby Jannatan, Lecturer of Biology, Universitas Andalas
***
Baca juga:
- Perubahan Iklim Berdampak pada Anak, Apa Upaya Pemerintah?
- Pusat Riset Genomik Pertanian di Sumut Diresmikan
- Panduan Praktis Makan Sehat, Tak Hanya Soal Hitung Kalori