BALIKPAPAN – Seekor paus sperma atau paus kepala kotak (Physeter macrocephalus) ditemukan terdampar beberapa hari di perairan dangkal Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Mamalia laut ini sempat ditemukan bernyawa. Ia dinyatakan mati pada Jumat (27/9/2024).
“Paus yang terdampar di perairan Teritip, Balikpapan Timur, sudah dalam keadaan mati atau tidak bernapas lagi pada Jumat siang ini,” kata Pengawas Perikanan di Dinas Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DP3) Kota Balikpapan Hery Seputro, Sabtu (28/9/2024).
Ia mengatakan, paus itu terdampar di perairan Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur. Lokasi tersebut berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Balikpapan.
Dari pengamatan tim Hery di lapangan, mamalia laut itu diperkirakan memiliki panjang sekitar 15 meter dengan berat 40 ton. Tim gabungan saat ini sedang menelisik kondisi paus tersebut. Tim terdiri dari DP3 Balikpapan, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, serta BKSDA Kaltim.
“Rencananya akan dilakukan nekropsi untuk mengetahui penyebab kematian paus tersebut,” ujar Hery.
Nekropsi adalah pembedahan pada hewan mati, bertujuan untuk menginvestigasi penyebab kematian atau pengambilan sampel dari organ tubuh untuk diperiksa di laboratorium.
Sempat ditemukan bernapas

Keberadaan paus tersebut pertama kali dilaporkan nelayan ke DP3 Balikpapan pada 22 September 2024. Saat tim gabungan menuju lokasi, paus tak ditemukan sampai keesokan hari pada 23 September 2024.
“Pada Rabu, 24 September 2024, nelayan melaporkan kembali ada paus yang terdampar di lokasi yang sama,” kata Hery.
Hery mengatakan, tim gabungan melihat paus hitam itu terapung-apung di perairan dangkal Teritip. Paus itu pun masih menggerak-gerakkan ekornya. Bahkan, tim mengidentifikasi paus itu masih bernapas dan menyemburkan air.
Berbagai upaya dilakukan untuk menggiring paus itu ke laut lepas. Namun, besarnya mamalia itu membuat tim kerepotan. Perairan Teritip merupakan perairan dangkal yang tak memungkinkan paus sperma bergerak bebas.
Kedalaman air di pantai berkisar 1-2 meter. Beberapa mil dari pantai, kedalamannya hanya sekitar 50 meter. Membawa pasu ke laut lepas diharapkan bisa mengembalikan paus ke habitatnya.
Paus sperma biasa mencari makan di laut dengan kedalaman 400-900 meter. Aktivitasnya pernah ditemui di kedalaman maksimum 2.250 meter.
Setelah berbagai upaya dilakukan, pada Jumat, 27 September 2024 akhirnya dinyatakan mati. Paus itu tak bernapas.
Kejadian sebelumnya
Paus yang terdampar atau stranding marine mammal di perairan Balikpapan bukan hanya kali ini saja terjadi. Letak Balikpapan yang berada di sisi barat Selat Makassar pernah menemukan empat paus terdampar setidaknya sejak 2009. Berikut datanya sesuai catatan DP3 Balikpapan:
- Paus Pembunuh palsu atau false killer whale (Pseudorca crassidens). Ditemukan di pantai Lamaru, Balikpapan Timur tahun 2009. Kondisinya mati.
- Paus pembunuh kerdil atau pygmy killer whale (Feresa attenuata). Ditemukan di Perairan Manggar, Balikpapan Timur pada Juni 2019. Kondisinya ditemukan hidup.
- Paus bergigi sikat atau baleen whale. Ditemukan di Pantai TNI AU/Lanud Dhomber, Sepinggan Raya, Balikpapan Selatan pada Desember 2019. Kondisi paus dilaporkan mati.
- Paus sperma atau sperm whale (Physeter macrocephalus). Ditemukan di perairan Daerah Perlindungan Mangrove dan Laut (DPML) Teritip, Balikpapan Timur pada September 2024. Sempat ditemukan bernyawa, tapi akhirnya mati.
Kemungkinan penyebab kematian
Dari sejumlah kejadian terdamparnya paus di sejumlah lokasi di Indonesia, peneliti memperkirakan ada dua penyebab pendukung, yakni alamiah dan antropogenik. Penyebab alami biasanya berupa serangan penyakit atau usia tua. Penyebab alami itu bisa menurunkan kemampuan navigasi paus. Akibatnya, paus terpisah dari kawanan dan terdampar sampai ke perairan dangkal.
Faktor antropogenik ialah kejadian yang disengaja atau tidak akibat aktivitas manusia. Beberapa kemungkinan penyebabnya ialah menurunnya kualitas lingkungan akibat pencemaran air laut, perburuan, hingga banyaknya sampah, terutama plastik, yang termakan paus.
Menurut catatan Kompas( 21/ 11/ 2018), kemungkinan lainnya ialah sistem navigasi paus yang terganggu oleh penggunaan perangkat yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau sonar di dalam laut. Contohnya, pada kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi. Kegiatan ini bisa mengganggu paus karena sistem navigasi paus pun menggunakan sonar.
Baca juga: