BALIKAPAN – Musim kemarau mulai melanda Kalimantan Timur sejak akhir Juli 2025. Wilayah pesisir seperti Kabupaten Paser dan Kutai Kartanegara menjadi daerah pertama yang merasakan dampaknya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Balikpapan pun mencatat lonjakan titik panas di berbagai wilayah, terutama Kutai Timur dan Berau.
“Wilayah pantai timur lebih dulu masuk kemarau. Setiap daerah punya waktu yang berbeda, tapi puncaknya diperkirakan terjadi Agustus,” kata Kepala BMKG Balikpapan, Kukuh Ribudiyanto, Rabu (30/7/2025).
BMKG mencatat ratusan titik panas muncul selama sepekan terakhir. Kukuh menyebut, sebagian besar titik panas kategori tinggi—yang menandakan adanya api—terpantau di Kutai Timur dan Berau.
“Beberapa hari lalu, kami sempat mencatat 80 titik panas kategori tinggi. Namun, dua hari terakhir turun menjadi delapan titik,” ungkap Kukuh.
Sementara itu, wilayah tengah Kaltim seperti Mahakam Ulu dan Kutai Barat masih sesekali diguyur hujan. Di Balikpapan, BMKG tidak mendeteksi hotspot kategori tinggi, tetapi masih ada titik panas kategori rendah dan sedang.
“Titik panas kategori rendah dan sedang bisa muncul karena berbagai faktor. Mulai dari bekas pembakaran, permukiman padat, atap rumah seng, bekas tambang, hingga pasir yang terpapar sinar matahari langsung,” jelas Kukuh.
BMKG mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai dampak kemarau, termasuk kekeringan dan gangguan kesehatan. Kukuh menilai musim kemarau bisa memicu defisit air bersih dan meningkatkan risiko penyakit, terutama Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
“Udara kering dan debu bisa memicu ISPA, terutama pada kelompok rentan,” katanya.
Meski telah memasuki musim kemarau, Kukuh memastikan peluang hujan masih ada di sebagian wilayah, termasuk Balikpapan. Berdasarkan data historis 30 tahun terakhir, Kaltim tetap berpotensi menerima curah hujan sekitar 100 mm per bulan.
“Biasanya meskipun 20 hari kering, 10 hari lainnya tetap akan turun hujan,” jelasnya.
Baca juga :