BALIKPAPAN — Perkara dugaan korupsi dana hibah UPT Asrama Haji Embarkasi Balikpapan masih berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi. Dua terdakwa berinisial SW dan MK didakwa dalam kasus dugaan korupsi kegiatan pengembangan, pengadaan, dan pemeliharaan Asrama Haji yang bersumber dari APBD Perubahan Provinsi Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2022.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Balikpapan, Donny Dwi Wijayanto, mengatakan pihaknya telah memanggil dan memeriksa sejumlah saksi dari berbagai instansi terkait. Ia menegaskan seluruh saksi yang tercantum dalam berkas perkara akan dihadirkan untuk mendukung pembuktian di persidangan.
“Yang pasti, semua saksi yang ada di dalam berkas perkara, untuk mendukung pembuktian perkara, akan kami panggil,” ujar Donny.
Terkait jumlah saksi, Donny menyebutkan terdapat lebih dari 20 orang yang akan diperiksa. Namun, ia belum merinci jumlah pastinya.
Dalam perkembangan persidangan, Donny mengungkapkan kedua terdakwa sempat mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan penuntut umum. Menurut dia, eksepsi tersebut pada dasarnya mempersoalkan uraian perbuatan yang didakwakan kepada para terdakwa.
“Perbuatan itulah yang kemudian diajukan keberatan oleh mereka, karena menurut mereka tidak sesuai dengan apa yang didakwakan,” jelas Donny.
Namun, ia menambahkan bahwa substansi eksepsi yang diajukan justru telah masuk ke dalam pokok perkara. Oleh karena itu, Majelis Hakim menilai dalil tersebut tidak tepat diajukan dalam eksepsi dan akan dipertimbangkan dalam tahap pembuktian.
“Di dalam eksepsinya sebenarnya sudah masuk ke dalam pokok perkara, yang seharusnya tidak masuk ke dalam ranah eksepsi terhadap dakwaan,” katanya.
Berdasarkan putusan sela, Majelis Hakim menyatakan eksepsi para terdakwa tidak diterima dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan dengan menghadirkan saksi-saksi. Menindaklanjuti hal tersebut, jaksa langsung melanjutkan proses persidangan ke tahap pembuktian.
Donny juga menyampaikan jadwal persidangan selanjutnya akan ditunda sementara karena memasuki masa cuti Natal dan Tahun Baru. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Kamis, 8 Januari 2026, dengan agenda pemeriksaan ahli. Meski demikian, jaksa tetap akan melanjutkan pemanggilan saksi-saksi lainnya untuk melengkapi pembuktian.
Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya tersangka baru, Donny menyebut pihaknya masih berfokus pada dua terdakwa yang saat ini telah dilimpahkan ke persidangan. “Sampai saat ini belum ada tersangka baru yang dilimpahkan,” ujarnya. Kendati demikian, pengembangan perkara terhadap pihak lain masih terus dilakukan.
Sebagai informasi, dalam sidang yang digelar Kamis (11/12/2025), enam saksi telah diperiksa. Mereka antara lain Jati Nugraha selaku Direktur CV Apresia Adimatra, Joko Priyono selaku Wakil Direktur CV Asyifa Karyatama, Frederik Singki’ Tanan selaku Direktur CV Hasta Karya Consultant, Dwi Warsono selaku konsultan pengawas PU Provinsi, Mugiono selaku pemilik usaha perorangan, serta Khoirul Huda selaku Direktur CV PETA.
Sebelumnya diberitakan, Polresta Balikpapan mengungkap dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kepada UPT Asrama Haji Embarkasi Balikpapan dengan kerugian negara mencapai Rp1.509.018.931,84. Kasus ini terkait penyimpangan penggunaan dana hibah pada tahun anggaran 2022–2023.
MK diduga memanfaatkan kewenangannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk meloloskan perizinan dan mengambil keuntungan, dengan dibantu rekannya SW. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Kalimantan Timur, kerugian negara ditemukan pada pekerjaan peningkatan struktur jalan serta pengadaan dan pemasangan bed lift di lingkungan UPT Asrama Haji.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Mereka terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
Baca juga :
