JAKARTA – Pemerintah mengklaim program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebagai upaya serius meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi melalui akses perumahan terjangkau. Namun, survei terbaru menunjukkan masih terdapat mispersepsi dan kekhawatiran warga dalam program ini.
Laporan Populix berjudul “Sentimen Masyarakat terhadap Program Tapera” menunjukkan hampir 90% masyarakat telah mengetahui tentang program Tapera. Secara umum warga mendapat informasi mengenai Tapera dari media sosial dan media massa.
Survei ini dilakukan pada 12-19 Agustus 2024. Respondennya berasal dari pulau Jawa 78%, Sumatera 13%, dan pulau lain 9%. Jumlah responden 1.056 dengan jumlah pria 49 persen dan perempuan 51 persen.
Hasil survei menunjukkan sekitar 75% responden memahami tujuan utama Tapera. Namun, masih ada kelompok masyarakat dari kelas ekonomi bawah yang kurang memahami program ini. Kesalahpahaman ini, salah satunya, adanya anggapan dana ini ditujukan untuk pendidikan.
“Salah satu temuan utama dalam laporan ini mengungkapkan bahwa meskipun masyarakat memahami bahwa Tapera bertujuan untuk memfasilitasi kepemilikan rumah, masih ada kekeliruan yang perlu diklarifikasi, seperti penggunaan dana dan mekanisme penarikan dana,” ungkap Vivi Zabkie, Head of Social Research Populix, dalam keterangan tertulis yang diterima propublika.id, Senin (21/10/2024).
Di sisi lain, survey Populix juga menunjukkan kekhawatiran responden terhadap Tapera. Hampir separuh responden, tepatnya 44 persen, sangat khawatir mengenai transparansi pengelolaan dana Tapera. Sementara sepertiga lainnya juga meragukan efektivitas program dalam memastikan kepemilikan rumah yang merata.
Masyarakat, kata Vivi, berharap adanya transparansi dalam pengelolaan dana dan kemudahan akses untuk mencairkan tabungan dari program Tapera.
Sebenarnya laporan Populix mencatat mayoritas masyarakat mengetahui Tapera adalah program tabungan untuk membeli rumah. Sistemnya dengan pemotongan langsung dari gaji sebagai metode tabungan.
Tiga dari empat orang memahami mekanisme ini dengan benar. Namun, terdapat kekeliruan pemahaman mengenai penarikan dana ketika peserta berhenti bekerja, khususnya di kalangan responden lajang.
“Kami berharap bahwa temuan-temuan ini dapat mendorong perubahan positif dalam cara program ini dikelola dan diimplementasikan, sehingga dapat lebih efektif dalam membantu masyarakat mencapai kepemilikan rumah,” ujar Vivi.
Baca juga :