• Berita
  • Riset Satwa Langka di Kalimantan, BRIN Gandeng YKAN
Berita

Riset Satwa Langka di Kalimantan, BRIN Gandeng YKAN

Riset kolaboratif BRIN dan YKAN telusuri ekosistem penting Kalimantan, fokus pada konservasi orang utan dan fauna langka.

Pemasangan alat bioakuistik. (Foto : YKAN)

BOGOR – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjalin kerja sama strategis dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dalam penelitian satwa langka dan terancam di Kalimantan. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan perjanjian oleh Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN dan YKAN di Cibinong, Bogor, Senin (14/7/2025).

“Melalui kolaborasi ini, kami berharap dapat menghasilkan temuan ilmiah dan rekomendasi pengelolaan ekosistem hutan tropis serta satwa liar, khususnya di Bentang Alam Wehea-Kelay dan kawasan penting lainnya di Kalimantan,” kata Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Delicia Yunita Rahman.

Delicia menjelaskan, Kalimantan Timur menjadi fokus kerja sama karena memiliki kekayaan biodiversitas yang tinggi, termasuk sekitar 1.500 jenis flora dan fauna, sebagian di antaranya endemik. “Kami memiliki kesamaan strategi dengan YKAN dalam mendukung konservasi dan pembangunan berkelanjutan melalui sains,” ujarnya.

Bentang Alam Wehea-Kelay merupakan habitat penting bagi orang utan liar dan satwa langka lainnya. Data tahun 2020 mencatat sekitar 1.282 individu orang utan menghuni kawasan seluas 532 ribu hektare tersebut. Selain itu, terdapat 77 jenis mamalia, 271 jenis burung, dan 117 jenis herpetofauna yang tersebar di kawasan itu.

Saat ini, sebanyak 23 pihak terlibat dalam pengelolaan kolaboratif kawasan tersebut, termasuk pemerintah, masyarakat adat, dunia usaha, hingga lembaga swadaya masyarakat dan akademisi. Pihak swasta yang tergabung mayoritas merupakan pemegang konsesi PBPH-Hutan Alam yang telah bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC).

Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, menyambut baik kolaborasi dengan BRIN. Ia menyebutkan riset akan difokuskan pada kualitas habitat dan populasi satwa liar, termasuk pengembangan Indeks Kualitas Habitat (IKH) berbasis teknologi seperti kamera jebak, bioakustik, hingga environmental-DNA (e-DNA).

“Kami ingin menguji penggunaan teknologi terbaru untuk pengukuran kualitas lingkungan secara akurat. Ini bagian dari upaya memperkuat konservasi berbasis sains yang menghargai nilai budaya lokal,” ujar Herlina.

Ia menambahkan, Hutan Lindung Wehea yang dikelola masyarakat adat Dayak Wehea telah menjadi laboratorium penelitian sejak 2007. Kolaborasi dengan BRIN ini akan berlangsung selama lima tahun hingga 2030.

“Kerja sama ini diharapkan bisa menjadi pijakan ilmiah dalam menjaga hutan Kalimantan dan seluruh keanekaragaman hayatinya,” kata Herlina.

Baca juga :

Picture of Hutama Ian
Hutama Ian
Jurnalis ProPublika.id. Menulis berbagai hal mengenai kriminal, ekonomi, olahraga, dan lingkungan.
Bagikan
Berikan Komentar