JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 19 kejadian bencana pada 14-15 Juli 2025 di Indonesia. Peristiwa menonjol atau berdampak signifikan meliputi banjir, kebakaran hutan dan lahan, sampai erupsi gunung merapi.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, banjir terjadi di Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara. Curah hujan tinggi memicu banjir di Desa Lowa, Kecamatan Lambandia dan Desa Tumbudadio di Kecamatan Tirawuta.
“Banjir ini merendam 87 hektar lahan persawahan, namun saat ini dilaporkan telah berangsur surut,” kata Abdul dalam keterangan tertulis, Selasa (15/7/2025).

Banjir juga terjadi di Kabupaten Muna Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tiga desa dan satu kelurahan di Kecamatan Kusambi terdampak. Bencana ini menyebabkan sekitar 49 keluarga terdampak, 5 keluarga mengungsi, dan 49 unit rumah rusak.
Status tanggap darurat masih berlaku sejak 19 April hingga 18 Juli 2025. Kondisi terkini menunjukkan air telah mulai surut.
Adapun banjir juga terjadi di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Sebanyak 1.324 keluarga atau 3.490 jiwa terdampak. Pendataan semantara, 1.048 unit rumah terendam.
Genangan masih terjadi dengan tinggi muka air antara 30 hingga 100 cm. Status siaga darurat tingkat provinsi telah ditetapkan sejak 6 Juli dan berlaku hingga 31 Agustus 2025.
“BNPB juga telah memberikan pendampingan untuk penanganan dampak bencana ini,” kata Abdul.
Erupsi gunung merapi
Selain banjir, erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menimbulkan 10 korban meninggal dunia dan menyebabkan 1.152 keluarga atau 4.061 jiwa mengungsi (data per 12 Juli 2025).
Status tanggap darurat masih berlaku hingga 14 Agustus 2025. BNPB, kata Abdul, telah melakukan pendampingan. Aktivitas kegempaan tercatat menurun.
Karhutla di Sumatera dan Kalimantan

Selanjutnya, Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dilaporkan terjadi di Desa Tanjung Seteko di Kecamatan Indralaya dan Desa Seribanding di Kecamatan Pemulutan Barat, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, pada Minggu (13/7/2025).
“Total lahan yang dilalap si jago merah seluas 1 hektare dan penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan oleh aparat penegak hukum,” kata Abdul.
Satgas gabungan dikabarkan telah memadamkan lahan yang terbakar seluas 0,4 hektar pada Senin (14/7/2025). BPBD Kabupaten Ogan Ilir bersama tim gabungan masih melakukan upaya pemadaman guna mengantisipasi meluasnya titik api.
Beralih ke Kalimantan, karhutla juga terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah. Hingga saat ini, luas lahan yang terbakar mencapai sekitar 111,82 hektar.
“Dalam 24 jam terakhir, terjadi penambahan seluas 6,5 hektar, namun seluruh area tambahan tersebut telah berhasil dipadamkan. Status siaga darurat tetap berlaku hingga 8 September 2025,” kata Abdul.
Terakhir, karhutla di Provinsi Riau yang telah menghanguskan sekitar 461,76 hektar lahan. Dalam 24 jam terakhir, terdapat penambahan seluas 11,8 hektar.
“Saat ini masih dalam proses penanganan. Status siaga darurat di wilayah ini telah berlaku sejak 18 April dan akan berlangsung hingga 30 November 2025,” kata Abdul.
Pentingnya pencegahan
Dengan catatan bencana tersebut, BNPB mengingatkan kepada pemerintah daerah dan masyarakat pentingnya pencegahan. Hal itu meliputi menghindari pembakaran sampah atau membuka lahan dengan cara membakar.
“Apabila menemukan titik api yang berpotensi memicu karhutla segera padamkan sehingga tidak bereskalasi menjadi kebakaran,” katanya.
Di samping itu, BNPB juga mengimbau kepada seluruh pihak agar melakukan deteksi dini dan pengawasan yang dapat dimulai dengan patroli rutin di daerah rawan kebakaran. Selain itu, perlu optimalisasi menara pengawas dan pos jaga dan memantau informasi cuaca secara rutin dan berkala.
Api Lalap Dua Rumah di Balikpapan Tengah, Tak Ada Korban Jiwa
Meski di sebagian wilayah Indonesia mengalami kejadian karhutla, namun di daerah lain juga didominasi bencana banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Hal ini dipengaruhi oleh adanya anomali cuaca, yaitu suatu kondisi penyimpangan dari pola cuaca normal di suatu wilayah.
“Anomali cuaca ini dapat ditandai dengan kondisi suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari biasanya, curah hujan yang tidak terduga, kekeringan berkepanjangan, atau kejadian ekstrem lainnya yang tidak sesuai dengan musim atau norma historis,” kata Abdul.